Petugas Dit Narkoba Polda Metro Jaya menata barang bukti narkoba hasil Operasi Bersinar Jaya 2016 di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (13/4). Dit Narkoba Polda Metro Jaya berhasil mengungkap peredaran narkoba internasional dengan mengamankan 44,64 kg shabu cair yang dikemas dalam kaleng lem, 36,43 kg shabu kristal yang dikemas dengan kotak cokelat, 118.733 butir ekstasi serta 750 butir happy five senilai Rp202,608 miliar serta mengamankan sembilan tersangka, empat diantaranya merupakan warga negara asing. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/aww/16.

Jakarta, Aktual.com – Akademisi Universitas Palangka Raya (Unpar) Kalimantan Tengah Prof Dr HM Nornasie Darlan MS PH berpendapat, pemerintah Indonesia untuk sementara tidak perlu menghentikan sanksi berupa hukuman mati.

“Karena kalau melihat kenyataan belakangan ini hukuman mati saja tidak nampak memberikan efek jera kepada para pelaku, seperti pengedar dan bandar narkoba seakan tak memberi bekas,” ujarnya di Banjarmasin, Minggu (31/7).

Apalagi, lanjutnya, tiap tahun jumlah pelaku semakin meningkat. Berarti belum waktunya menghentikan eksekusi mati bagi pengedar atau bandar narkoba.

Karena bagi bandar narkoba, lanjut mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tersebut, bisnis “barang haram” (barang terlarang) itu mendapakan keuntungan yang sangat tinggi, walaupun penuh risiko.

Koordinator Satuan (Korsat) Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Kalteng itu menyarankan, agar pemerintah berusaha lebih maksimal lagi supaya pemberantasan atau penanganan narkoba sampai ke akar-akarnya.

Karena bagi bandar, lanjut mantan aktivis Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) itu, bisnis narkoba mendapatkan keuntungan yang sangat tinggi, walaupun penuh risiko.

“Memang kita sadari bahwa para pengedar terkadang tidak mengerti apa akibat dari narkoba. Tapi setelah ia tertangkap baru tahu persis bahwa narkoba adalah memiliki bahaya yang menakutkan,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Eka