Jakarta, Aktual.co —Penerapan hukuman mati yang dilakukan pemerintahan Joko Widodo dinilai menyalahi Undang-undang dan nilai-nilai kemanusiaan. Terlebih tren hukuman mati di dunia sudah dihapuskan.
“Jika kita bicara solusi, hukuman mati itu bisa diganti dengan hukuman seberat-beratnya tanpa pemberian remisi,” kata Ketua Setara Institute, Hendardi, di Jakarta, Minggu (8/3).
Menurutnya, eksekusi hukuman mati sebenarnya dilakukan untuk menutupi kelemahan Presiden Jokowi di bidang hukum lainnya. Terutama perseteruan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri terkait proses pengajuan Kapolri hingga menuai konflik berkepanjangan.
“Karena itu saya menolak hukuman mati. Karena itu hak hidup orang lain dan (hukuman mati) itu bertentangan dengan HAM,” ujar dia.
Di sisi lain, Hendardi melihat penerapan hukuman mati yang ditekankan pemerintah untuk memberikan efek jera sebenarnya juga untuk menjustifikasi pelaksanaan hukuman mati bagi terpidana narkoba itu sendiri.
Pemerintahan Jokowi, lanjutnya, mendapatkan angka 40-50 orang meninggal akibat narkoba yang ternyata berasal dari penelitian tujuh tahun lalu oleh pusat penelitian kesehatan Universitas Indonesia dan badan Narkotika Nasional (BNN).
Dia menambahkan, penerapan hukuman mati tidak bisa jadi indikator keberhasilan pemerintahan Jokowi. Hendardi justru melihat misalnya penolakan semua grasi hukuman mati menunjukkan kelemahan Jokowi. Yakni bahwa Jokowi tidak paham seluruh isi grasi yang diajukan para terpidana mati.
“Saya sangat yakin seluruh permohonan grasi tidak dibaca dipelajari Jokowi. Padahal masing-masing kasus punya karakter persoalan pertimbangan berbeda,” demikian Hendardi.
Artikel ini ditulis oleh: