Jeirry Sumampouw (ist)

Jakarta, Aktual.com – Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) kembali meminta Presiden Joko Widodo menghentikan praktik eksekusi hukuman mati. Permintaan PGI dilakukan dengan mengirim surat pada 29 Juli 2016, setelah sebelumnya meminta hal serupa pada 5 Maret 2015.

“Karena itu, hanya Tuhan yang memiliki hak mutlak untuk mencabutnya,” kata Kepala Humas PGI, Jeirry Sumampow, kepada wartawan, Kamis (4/8).

Disampaikan, permintaan penghentian praktik hukuman mati oleh PGI diharapkan menjadi masukan dan bahan pertimbangan bagi Presiden Jokowi. Yakni bahwa hukuman mati harus dihentikan, karena bagaimanapun hak untuk hidup menjadi nilai yang harus dijunjung tinggi oleh umat manusia.

PGI memahami bahwa negara menjalankan dan menegakkan hukum dalam rangka memelihara kehidupan yang lebih bermartabat. Akan tetapi, segala bentuk hukuman hendaknya tetap dilakukan dengan memberi peluang kepada para terhukum untuk kembali ke jalan yang benar.

Hukuman mati, lanjut Jeirry, secara langsung menutup peluang terhukum untuk memperbaiki diri. Selain itu juga menimbulkan kesan bahwa sanksi hukuman mati tidak lebih sebagai balas dendam oleh negara.

“Bila hukuman mati ini dipertahankan, maka akan terlihat adanya frustasi negara dan masyarakat atas kegagalannya menciptakan tata masyarakat yang bermartabat, dan rasa frustasi itu dilampiaskan kepada hukum,” kata dia.

Dalam konteks penegakan hukum di Indonesia yang masih diliputi berbagai permasalahan, eksekusi mati juga menutup peluang adanya koreksi dan evaluasi karena terhukum sudah dihukum mati. Padahal, meski putusan pengadilan sudah inkract tidak menutup kemungkinan adanya kekeliruan.

“Sangat berisiko menjalankan eksekusi hukuman mati, jika seandainya putusan hakim yang dijatuhkan ternyata di kemudian hari keliru,” jelas dia.

Ditambahkan, eksekusi mati juga memutus mata rantai kemungkinan penyelidikan lebih lanjut. Sebab terhukum tidak lagi dapat dimintai keterangan dan informasi terkait dengan faktor-faktor dan orang-orang terkait yang terlibat dalam kasus tersebut.

Keadaan demikian dikhawatirkan akan menutup sekaligus melindungi pihak-pihak yang diduga terlibat dibalik kasus yang menimpa terhukum mati.

“Kami kembali meminta Bapak Presiden untuk lebih serius dalam memimpin penegakan hukum. Pelaksanaan hukuman mati ternyata tidak efektif dalam mengatasi darurat narkoba yang sedang kita hadapi,” pungkasnya.

 

Laporan: Sumitro

Artikel ini ditulis oleh: