Jakarta, Aktual.co — Ikatan Ahli Fasilitas Produksi Minyak dan Gas Bumi Indonesia (IAFMI) mengusulkan agar bank-bank nasional menetapkan suku bunga khusus bagi industri hulu migas untuk mendorong produksi dalam negeri.

“Suku bunga yang berlaku di industri manufaktur migas sekitar 13-17 persen, sedangkan di Tiongkok hanya 5 persen, ini yang menjadi penyebab mengapa sebagian besar produk ‘services’ dan manufaktur migas masih impor,” ujar Ketua I IAFMI S. Herry Putranto di Jakarta, Kamis (19/3).

Ia berpendapat bahwa suku bunga ideal yang ditetapkan untuk industri hulu migas berkisar 10 persen dari nilai kreditnya karena “multiplayer effect” yang dihasilkan juga cukup besar. Sebagai contoh, katanya, Indonesia sudah menerapkan asas cabotage yang mensyaratkan bahwa kapal yang digunakan untuk menunjang operasional niaga (termasuk migas) harus berbendera nasional yang berarti bahwa kapal-kapal tersebut harus diproduksi di Indonesia.

“Ini berat untuk diterapkan karena kalau diproduksi di Indonesia biaya produksinya tinggi, sementara kapal dari Tiongkok masuk ke Indonesia bisa dengan harga yang murah sehingga kita selalu impor dari sana,” tuturnya.

Selain itu, menurut dia, jika suku bunga khusus benar-benar diterapkan, akan lebih banyak produk penunjang industri migas yang bisa dibuat di Indonesia diantaranya “hydraulic pumping unit” (HPU) sebagai pengganti pipa angguk yang berfungsi untuk mengangkat minyak. “PT United Tractors Pandu Engineering (PATRIA) itu bisa memproduksi HPU secara massal, tapi lagi-lagi karena suku bunga (kredit) tinggi jadi dia tidak bisa bersaing dengan produk-produk impor,” katanya.

Untuk itu pihaknya mengusulkan pada pemerintah agar menginstruksikan bank-bank milik pemerintah seperti BRI, BNI, dan Mandiri untuk mempertimbangkan penetapan suku bunga khusus sebagai bagian dari “payback” atas regulasi yang mensyaratkan bank umum nasional sebagai bank transaksi industri migas. “Harusnya ada ‘take and give’ agar industri manufaktur yang bergerak di bidang migas diberi suku bunga yang lebih rendah karena bank-bank tersebut kan mendapat keistimewaan mengelola triliunan rupiah uang yang berasal dari sektor migas,” ujarnya.

Sekretaris Jenderal IAFMI Taufik Aditiyawarman mengatakan bahwa penurunan suku bunga untuk industri hulu migas juga akan berpeluang meningkatkan minat para pelaku bisnis untuk memperoleh kredit melalui bank-bank nasional. “Selama ini kan mereka cenderung memilih bank asing seperti yang ada di Singapura, Malaysia, atau Tiongkok karena ‘offshore loan’ yang lebih murah,” tuturnya.

Artikel ini ditulis oleh: