Malang, Aktual.com — Sesungguhnya, data-data tentang dugaan korupsi Ibas, sapaan akrab Edhi Baskoro Yodhoyono sudah banyak terungkap, baik di muka pengadilan maupun di luar pengadilan. Puluhan kali nama Ibas disebut, tapi KPK era AS dan BW menutup mata dan telinga serta “enggan” memproses dugaan korupsi Ibas. Tak salah jika publik berpendapat bahwa, selain KPK tampak berada dalam tekanan yang luar biasa, sebagian Komisioner KPK juga memiliki sahwat politik, dan agenda terselubung (yang) bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi.

Akhirnya, nampaklah KPK seperti membungkuk dihadapan elite politik yang bermain “catur kekuasaan” dengan cara haram. Namun, saat Taufiequrrachman Ruki memimpin lembaga antirasuah (2015) itu, KPK mulai sehat dan jauh dari aroma tebang pilih maupun pesanan kasus. Jelas, KPK (yang) independen dalam mengusung amanat pencegahan dan pemberantasan korupsi menjadi angin segar sekaligus harapan bagi masyarakat luas.

KPK harusnya segera menindaklanjuti dugaan korupsi yang kerap memunculkan nama Ibas. Jangan sampai dipeti-eskan! Termasuk, kasus Century maupun BLBI, yang sudah lama mandeg entah sampai kapan. Saatnya KPK dengan lima komisioner anyar-nya, tidak membungkuk pada kaum elite, berdiri tegak, dan tak pandang bulu menuntaskan kasus-kasus korupsi. KPK hendaknya berani menindak yang salah, lurus dan tidak menjadi kepanjangan tangan siapapun. Jika perform KPK demikian, rakyat pasti beramai berada di belakangnya.

Sebagai generasi muda di Republik ini, kami Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) sangat mendukung KPK untuk tidak sekadar memantau sidang-sidang perkara Nazaruddin (yang) menyebut nama Ibas. Tetapi, harus berani mengambil peran strategis dengan cara memanggil dan memeriksa Sekretaris Jenderal Partai Demokrat tersebut!

Sesuai janji KPK untuk mendalami keterlibatan Ibas dalam dugaan korupsi, yang diduga mengarahkan proyek-proyek di DPR dalam kapasitas Ketua Fraksi Partai Demokrat, juga kemungkinan keterlibatannya dalam TPPU, yakni diduga menikmati aliran uang dari mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, maka Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) juga mendorong KPK untuk tidak “mengumbar janji” yang berujung pada pencitraan dan hilang begitu saja.

Apalagi, mantan Komisi X DPR Anggelina Sondak sudah bersuara jelas dalam sidang Tipikor pekan lalu, tentang siapa sesungguhnya “pangeran” yang selama ini disebut-sebut mengendalikan proyek di DPR itu. Tak lain dan tak bukan, ia adalah putra bungsu mantan Presiden SBY, Edhi Baskoro Yodhoyono.

Kini, KPK dipimpin Agus Rahardjo dengan para wakilnya, yaitu: Basaria Pandjaitan, Alexander Marwata, Saut Situmorang dan Laode Muhamad Syarif. Kami sangat berharap agar KPK saat ini mampu memberi harapan baru dalam mengungkap aktor-aktor intelektual korupsi (yang) sudah “terang-benderang”, meminjam istilah Pak SBY. Selain itu, performa KPK harus menjadi lebih baik. Termasuk, tidak gegabah menetapkan seseorang sebagai tersangka dan dibiarkan bertahun-tahun tidak diperiksa, hingga mengesankan alat bukti dicari belakangan.

Terakhir, sebaiknya KPK tidak (lagi) mentersangkakan seseorang dengan tuduhan korupsi “proyek lain-lain” (yang) sama sekali tak terbukti di persidangan, seperti yang dituduhkan pada Anas Urbaningrum, yang kini genap dua tahun (10 Januari 2014-10 Januari 2016): “Tak Lelah Mencari Keadilan”.

Oleh: Ketua PPI Kota Malang, ABDUL AZIZ

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan