Jakarta, Aktual.co — Tidak sulit untuk masuk ke jantung kota ISIS di Raqqa, Suriah. Yang sulit adalah keluar dari kota tersebut. Seorang aktivis bernama Abu Ibrahim al-Raqqawi menuturkan kisahnya selama hidup di ibu kota ISIS ini. Suaranya sangat tenang ketika berbicara kepada CNN. Namun, cerita horor tersembul di baliknya. Serangan udara. Eksekusi. Pemaksaan donor darah dan pernikahan dengan pejuang ISIS.

Al-Raqqawi bukan nama sebenarnya. Ini adalah identitas yang dipakai seorang pelajar medis salah satu penggagas kelompok aktivis bernama Raqqa is Being Slaughtered Silently. Menurut Raqqawi, ISIS telah menyiksa dan mengeksekusi salah satu anggota dari kelompoknya. ISIS menginginkan lebih banyak korban dari kelompok tersebut.

Namun, ancaman tersebut tidak dapat membungkam mulut Raqqawi untuk tetap menceritakan apa yang ia lihat. “Saya kehilangan hidup saya. Saya tidak bersekolah. Saya tidak punya masa depan. Saya tidak punya semuanya, tapi saya tidak ingin itu terjadi pada saya dan negara saya. Situasi yang memaksa saya menjadi seperti ini.

Saya tidak ingin menjadi terkenal. Saya tidak ingin orang mengetahui siapa saya atau apa yang saya kerjakan. Ini semua bagi kota saya dan bagi keluarga saya serta penduduk yang tak bersalah. Kami mencoba upaya terbaik. Kami mencoba menyelamatkan kota kami,” tuturnya. Ini adalah gambaran kondisi Raqqa yang diceritakan Raqqawi. CNN belum bisa memberikan konfirmasi secara independen, tapi penuturannya menunjukkan transformasi dramatis dari kota yang dahulu dikenal paling liberal di Suriah.