“Sepanjang pengetahuan saya, pada dasarnya putusan PK melarang ada tambang di karst yang disamakan oleh majelis hakim sebagai sumber air,” papar Andri.
Ia pun cukup mencurigai prihal addendum Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) dan ijin lingkungan dari Pemprov Jawa Tengah. Terutama terlihat dari cepatnya ijin tersebut keluar.
Majelis, lanjut Andri, memang tidak menutup kemungkinan akan adanya penambangan jika memang diperlukan sekali dan dilakukan dengan memperhatikan asas kehati-hatian dan kecermatan. Namun demikian, cara Pemprov membuat ‘addendum’ AMDAL dan menyetujui Izin Lingkungan dalam waktu singkat memang sangatlah mencurigakan.
“Terkesan sangat teknokratis, padahal justru gaya teknokratis ini yang sepertinya sudah ditolak majelis dalam pertimbangannya.” paparnya.
Merespon penerbitan kembali Izin Lingkungan untuk PT Semen Indonesia oleh Gubernur Provinsi Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, pada 23 Februari 2017, sebelas petani Kendeng kembali menuntut keadilan di depan Istana Negara. Sebelumnya, Mahkamah Agung telah mengabulkan gugatan masyarakat Kendeng terhadap Izin Lingkungan PT Semen Indonesia dan memerintahkan pencabutan izin tersebut karena telah terbukti cacat substantif dan cacat prosedural.
Putusan ini disebut ICEL ‘dieksekusi secara sukarela’ oleh Gubernur Jawa Tengah, namun ternyata pencabutan Izin Lingkungan dan Izin Usaha PT Semen Indonesia yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah diikuti penyempurnaan AMDAL lama dengan addendum ANDAL dan RKL-RPL. Pada tanggal 2 Februari 2017, Komisi Penilai AMDAL Provinsi Jawa Tengah menilai dan menyatakan adendum ANDAL dan RKL-RPL PT Semen Indonesia layak, yang diikuti dengan penerbitan kembali Izin Lingkungan.
(Laporan: Teuku Wildan)
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan
Eka