Jakarta, aktual.com – Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja meminta DPR untuk menunda pengesahan rancangan Undang-Udang (RUU) tentang Keamanan dan Ketahanan Siber (Kamtansiber).
Ia berpandangan bahwa RUU tidak memiliki urgensi sehingga harus disahkan segera.
“Tidak ada kegentingan atau kegawatan nasional hingga RUU itu segera disahkan,” kata Ardi kepada wartawan, di Jakarta, Kamis (1/8).
Masih dikatakan dia, RUU a quo masih memerlukan pendalaman dari seluruh pemangku kepentingan. Sebab, ia melihat RUU tersebut tidak melibatkan dan merepresentasikan pemegang kepentingan dalam sistem keamanan siber secara nasional.
“Soal cyber security ini tidak bisa ditangani oleh satu pihak saja, harus melibatkan semua yang memiliki kepentingan di bidang cyber,” sebut dia.
“Artinya, bukan hanya pemerintah, ada swasta, ada perguruan tinggi, ada banyak yang terlibat,” tambahnya.
Selain itu, Ardi menyebut RUU Kamtansiber hanya merefleksikan kondisi yang mungkin terjadi pada tahun 2013-2014 sebagimana yang ada di dalam draft RUU. Padahal, ia mengatakan saat ini ancaman sudah berbeda dengan ketika RUU itu dirancang.
“Yang namanya siber itu tidak bisa ancamannya hanya satu. Ini sekarang banyak potensi ancaman yang ada dan kita harus pahami itu dulu,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ardi juga mengaku heran mengapa DPR menjadi pihak yang berinisiatif untuk membuat UU Kamtansiber. Padahal, sambung dia, berkata RUU itu merupakan wilayah pemerintah dan masyarakat.
“Sekarang sudah mereka yang membuat UU itu, sekarang mereka mau maksa supaya itu ditandatangani, dikebut. Bagaimana ceritanya coba?,” ucap Ardi.
Di sisi lain, Ardi mengaku heran dengan Indonesia yang hingga kini enggan meratifikasi konvensi keamanan siber yang dibuat di Eropa dengan alasan kedaualatan. Padahal, imbuhnya, siber tidak memiliki batasan wilayah.
“Artinya kita tidak bisa berdiri sendiri, menganggap bahwa kita dunia sendiri dan kita harus jaga dunia kita. Kita tidak bisa bertahan jika tidak bekerjasama dengan pihak lain, terutama dalam forum-forum bilateral dan multilateral, pungkas dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin