Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto (kanan) dan Koordinator ICW Adnan Topan Husodo (kiri) berbincang saat menjadi narasumber dalam diskusi Madrasah Antikorupsi di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Senin (14/12). Diskusi tersebut mengangkat tema Quo Vadis KPK? Masa Depan Pemberantasan Korupsi. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/nz/15.

Jakarta, Aktual.com- Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo berpendapat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharunya menjalin kerjasama pembenahan institusi-institusi bermasalah dengan Presiden. Selain Presiden tentu KPK harus juga menjali kerjasama dengan institusi yang kerap melakukan praktik tindak pidana korupsi berulang ulang.

“Menurut saya, selain dengan Mahkamah Agung (MA), KPK juga bisa kerja sama dengan Presiden untuk membicarakan lebih jauh terkait perbaikan institusi peradilan. Kerja sama dengan Presiden tersebut sebagai sebuah dukungan politik agar sanggup melakukannya,” ujarnya dalam acara Konvensi Antikorupsi PP Pemuda Muhammadiyah, di Jakarta, Jumat malam (17/6).

Ia mencontohnya Kementerian Agama adalah salah satu institusi yang setiap periode menterinya kerap bermasalah dengan KPK.

“Contohnya pengelolaan dana haji. Tiga kali menteri agama terjerat kasus yang sama, padahal KPK dapat menawarkan sistem pengelolaan yang transparan, tapi karena tidak ada kerja sama maka hal tersebut tidak berjalan,” kata dia.

Adnan juga menegaskan bahwa KPK harus tetap menjaga independensi dengan tidak membicarakan kasus dengan institusi-institusi yang dilibatkan dalam kolaborasi.

“Independensi bisa bermasalah apabila muncul komunikasi terkait kasus. Kalau sebatas koordinasi tidak masalah, karena bagaimana pun tetap harus menjalin komunikasi dengan institusi lain,” ujar dia pula.

KPK dan MA berencana menyusun strategi dan kajian bersama untuk mencegah praktik koruptif penegak hukum, mengingat dalam enam bulan terakhir empat oknum peradilan terjaring operasi tangkap tangan karena kasus tindak pidana korupsi.

Dalam delapan kasus OTT KPK, terdapat empat oknum peradilan yang tersangkut kasus korupsi, yaitu suap terhadap Kepala Subdirektorat Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus Mahkamah Agung Andri Tristianto Sutrisna, suap panitera PN Jakarta Pusat Eddy Nasution terkait pengajuan permohonan Peninjauan Kembali di PN Jakarta Pusat, suap terhadap dua hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) Bengkulu, dan suap kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara Rohadi terkait pengurusan perkara perbuatan asusila yang dilakukan pedangdut Saipul Jamil.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara