Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter (kanan), Aradila Caesar (kiri), serta Kurnia Ramadhana (tengah) memaparkan kajian dan hasil pemantauan data vonis tindak pidana korupsi (tipikor) mulai tingkat Pengadilan Tipikor, Pengadilan Tinggi, hingga tahap kasasi dan PK di Mahkamah Agung, di Jakarta, Sabtu (23/7). Hasil pemantauan perkara korupsi yang ditangani pengadilan pada semester pertama 2016 rata-rata vonis terdakwa korupsi hanya dua tahun satu bulan penjara, hal tersebut dianggap menguntungkan koruptor, kecenderungan atau tren hukuman dan tuntutan untuk pelaku korupsi semakin ringan dan mengurangi efek jera kepada koruptor. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/ama/16

Jakarta, Aktual.com — Peneliti Indonesia Corruption Watch Aradila Caesar menilai, sebanyak 49 calon hakim adhoc tindak pidana korupsi tidak layak.

“Dari sekitar 60 calon yang kami telusuri, 49 calon kami masukkan ke dalam kategori ‘merah’,” ujar dia di Gedung Mahkamah Agung Jakarta, Selasa (11/10).

Hal itu dikatakan oleh Aradila ketika menyampaikan hasil penelusuran rekam jejak atas 60 calon hakim kepada Hakim Agung Artidjo Alkostar, selaku ketua panitia seleksi calon hakim adhoc Tipikor tahun 2016.

“Nah kita melakukan kategorisasi terhadap 60 calon ini 3 kategori. ‘Merah’ artinya tidak perlu dilanjutkan atau tidak direkomendasikan sama sekali. Kemudian ‘kuning’ dapat dipertimbangkan, kemudian ‘hijau’ yang kita rekomendasikan.”

Kategorisasi tersebut dilakukan berdasarkan integritas, kompetensi, dan independensi para calon hakim adhoc Tipikor. “Apakah calon anggota partai politik, pernah caleg, dan sebagainya itu tentu jadi pertimbangan.”

Dari pertemuan dengan Artidjo tersebut, sudah ada kesepakatan bahwa calon yang merupakan calon legislatif, maupun pernah menjadi anggota partai politik sepakat untuk dicoret terkait dengan persoalan independensi.

Integritas dikatakan Aradila menjadi titik penting untuk mengetah atau tidak. “Memang sudah kita temukan beberapa nama calon yang sangat bermasalah menurut kami integritasnya sangat diragukan.”

Terkait dengan jumlah hakim yang ditelusuri, Aradila mengakui bahwa pihaknya hanya dapat menelusuri 60 orang dari 85 orang calon hakim ad-hoc Tipikor, karena 25 orang calon lainnya berasal dari daerah dan tidak terlalu terkenal.

“Kami kesulitan untuk menelusuri rekam jejaknya, kami tidak bisa tracking jadi kami meminta Pansel untuk mendalami sendiri.”

Dalam proses penelusuran rekam jejak, Mahkamah Agung meminta beberapa lembaga swadaya masyarakat untuk membantu, termasuk ICW dan MAPPI FHUI.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Wisnu