Jakarta, Aktual.com — Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tidak sembarangan mengobral remisi dasawarsa bagi narapidana korupsi, pada peringatan 70 Tahun Kemerdekaan Indonesia.
Menurut peneliti hukum ICW Lalola Easter, Kementerian Hukum dan HAM telah mengeluarkan sinyal akan memberikan remisi dasawarsa kepada seluruh narapidana termasuk narapidana korupsi. Sinyal tersebut disampaikan Kepala Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Akbar Hadi dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly secara langsung.
“Dalam berbagai penyataan di media, Menkumham mengatakan pemberian remisi dasawarsa tersebut diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 120 Tahun 1955 tentang Pengurangan Hukuman Istimewa pada Hari Dwi Dasawarsa Proklamasi Kemerdekaan RI,” kata dia di Jakarta, Kamis (13/8).
Selain itu, Menkumham menyatakan pemberian remisi dasawarsa dilakukan untuk mengurangi kapasitas narapidana yang berlebihan di lembaga pemasyarakatan, sekaligus untuk menekankan fungsi pembinaan, bukan penghukuman.
Namun, ICW berpendapat pemberian remisi dasawarsa bukan berarti dapat dilakukan tanpa syarat sama sekali. Beberapa syarat harus tetap diberlakukan terhadap tindak pidana luar biasa seperti korupsi, terorisme, narkotika, kejahatan HAM berat dan kejahatan transnasional.
“Syarat tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksana Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.”
PP tersebut mengatur secara jelas syarat-syarat yang harus dipenuhi secara kumulatif oleh narapidana kasus korupsi, yaitu berstatus sebagai “justice collaborator”, sudah melunasi pidana pengganti dan denda serta mendapat pertimbangan tertulis dari lembaga yang menangani perkaranya.
Lalola menyatakan, syarat-syarat tersebut sepatutnya juga berlaku dalam pemberian remisi dasawarsa karena secara hierarki peraturan hukum Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 lebih tinggi posisinya dan lebih baru dibandingkan Keputusan Presiden Nomor 120 Tahun 1955.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu