Ilustrasi OTT Bareskrim. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com — Upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi pada musim kampanye pemilihan kepala daerah serentak 2018 dinilai bias politik, sehingga acap menyasar pihak-pihak tertentu. Juga dengan maksud tertentu dan karenanya berdampak cukup serius dan kontra produktif terhadap proses demokratisasi.

Indonesia Corruption Watch (ICW) berpendapat demikian lantaran banyaknya calon kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka pada masa musim kampanye pemilihan kepada daerah serentak 2018. Peneliti Divisi Korupsi Politik ICW, Almas Sjafrina mengatakan, hukum tidak boleh digunakan sebagai alat destruktif untuk menggerogoti tatanan kehidupan serta keteraturan sosial.

“Umumnya hukum semestinya menciptakan ketertiban dan bukan keributan serta kegaduhan sosial,” kata Almas di Jakarta, Rabu (9/5).

Atas fakta itu, ICW, kata Almas, akan mewacanakan partai turut bertanggung jawab jika ada calon kepala daerah yang diusungnya terkena kasus korupsi. Apalagi itu, ia sebut sebagai sebuah kecelakaan.

Apa yang dikatakan Almas bukan tanpa sebab. Pasalnya, penegakan hukum pada musim kampanye pemilihan kepala daerah 2018 lebih sering menciptakan kegaduhan ketimbang ketertiban. Itu yang terjadi di masa kampanye Pemilihan Gubernur Maluku 2018. Pola penegakan hukum tindak pidana korupsi yang dilakukan Ditreskrimsus Kepolisian Daerah (Polda) Maluku belakangan ini dinilai acap menyalahgunakan kewenangan sehingga berpotensi merusak sistem hukum.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang