Jakarta, Aktual.com – Praktik politik uang dalam bentuk pembagian sembako yang marak dilakukan oleh pasangan calon nomor urut dua, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saeful Hidayat menjelang pemungutan suara diduga merupakan sebuah skema yang sistematis, terstruktur dan massiv di sejumlah tempat di Jakarta.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz pun menyebut politik uang tersebut berbentuk pembagian sembako beserta selebaran ajakan untuk memilih calon tertentu sebagai tindakan kejahatan.
“Politik uang itu adalah pidana kejahatan. Itu bukan sedekah seperti yang disebut politisi. Ini logika yang harus dibangun dan harus disampaikan ke publik, bahwa hal itu mempunyai sanksi hukum,” kata Donald di kantor ICW, Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Selasa (18/4).
Donal menjelaskan, Badan Pengawas Pemilu DKI (Bawaslu DKI) disebutnya sudah memetakan terjadinya praktik politik uang berdasar dari temuan maupun laporan dari masyarakat. Menurutnya, upaya ini tentu tidak bisa dilepaskan akibat selisih elektabilitas yang tipis antara masing-masing kandidat.
Ia pun menampik dalih sedekah dalam pembagian sembako karena menurutnya para tim sukses maupun kandidat Cagub dan Cawagub sudah mengetahui bahwa itu termasuk dalam politik uang yang melanggar hukum.
“Ngapain amal disaat Pilkada, harusnya setelahnya. Penting untuk didampaikan karena ada distorsi informasi ke publik, dimana seolah-olah pembagian sembako bukan kejahatan pemilu,” tegas Donal.
Politik uang, lanjutnya merupakan penyakit lama dan berulang kali terjadi dalam pelaksanaan pesta demokrasi. Selain merusak pemilu itu sendiri, lanjutnya, politik uang membuat biaya biaya pemenangan semakin mahal dan memicu korupsi.
“Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada sudah mengatur sanksi bagi penerima dan pelaku pemberi politik uang itu sendiri,” tukasnya.
Menurut Donal, selain kemiskinan dan permisifisme, politik uang juga marak terjadi karena kelemahan penegakkan hukum pemilu disinyalir sebagai salah satu penyebab.
“Hal ini menunjukkan adanya sikap acuh tak acuh dari pelaku dan belum munculnya efek jera dalam kasus politik uang,” pungkasnya.
Laporan: Teuku Wildan
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan
Andy Abdul Hamid