Jakarta, aktual.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan terdapat dua catatan kritis soal ditariknya Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Irjen Pol Firli kembali ke Polri.
“Setidaknya ada dua catatan kritis yang dapat diarahkan kepada institusi Polri. Pertama, Polri tidak menghargai proses pemeriksaan internal yang sedang dilakukan oleh KPK terhadap Firli,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan pers yang diterima di Jakarta, Jumat (21/6).
Seharusnya, kata dia, sebagai instansi penegak hukum, Polri dapat memahami bahwa KPK sedang menyelesaikan mandat dari laporan masyarakat terhadap dugaan pelanggaran etik yang diduga melibatkan Firli.
“Maka dari itu, baiknya Polri menunggu hasil dari pemeriksaan internal KPK, bukan justru malah menarik Firli sebelum putusan internal dijatuhkan,” kata Kurnia.
Kedua, kata dia, dengan dipromosikannya Firli menjadi Kapolda Sumatera Selatan menunjukkan bahwa Polri telah abai terhadap rekam jejak pegawainya sendiri.
“Selain dari pertemuan dengan TGB (Tuan Guru Bajang/mantan Gubernur NTB) hal lain yang dapat dikritisi dari kinerja Firli adalah terkait petisi yang dibuat oleh pegawai KPK yang mengeluh tentang adanya persoalan serius di internal kedeputian penindakan,” katanya.
Ia menyatakan, dalam petisi yang mencuat pada April lalu ada beberapa persoalan diantaranya hambatan penanganan perkara, tingginya tingkat kebocoran informasi, perlakuan khusus kepada saksi, kesulitan penggeledahan dan pembiaran dugaan pelanggaran berat.
“Namun, di saat yang sama bukan berarti KPK bisa lepas tanggung jawab atas persoalan ini. Rasanya tepat jika kritik yang keras juga dilemparkan kepada KPK, karena dianggap telah abai terhadap penegakan etik dan sangat lambat dalam memproses Firli,” kata Kurnia.
Ia mengatakan terhitung lebih dari enam bulan pascalaporan yang ICW sampaikan itu, namun hingga hari ini putusan tidak kunjung dijatuhkan oleh pimpinan KPK. “Ini sekaligus menegaskan bahwa pimpinan KPK tidak mempunyai komitmen yang tegas dalam penegakan etik di internal KPK,” ujar dia.
ICW pada Oktober 2018 telah melaporkan Firli atas dugaan pelanggaran etik ke KPK. “Laporan ini bukan tanpa dasar, beberapa pemberitaan telah jelas membuktikan bahwa yang bersangkutan bertemu secara langsung dengan TGB pasca Firli dilantik sebagai Deputi Penindakan,” ujar Kurnia.
Di sisi lain, kata dia, KPK tengah menyelidiki perkara korupsi divestasi Newmont yang diduga melibatkan TGB.
Menurut dia, perbuatan Firli tersebut telah jelas melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 65 dan Pasal 66 Undang-Undang KPK, yakni setiap pegawai KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK.
“Bahkan jika aturan tersebut dilanggar terdapat ketentuan pidana yang memuat sanksi penjara paling lama lima tahun,” kata Kurnia.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin