Ketiga, lanjut dia, tidak mengakomodir masukan dari masyarakat. Sedari awal, kata dia, berbagai elemen masyarakat, organisasi serta tokoh sudah mengungkapkan bahwa ada persoalan serius pada seleksi pimpinan KPK kali ini.
“Mulai dari Ibu Shinta Wahid, Buya Syafii Maarif, Romo Magnis, Romo Benny, pimpinan Muhammadiyah, Prof Mahfud MD, dan puluhan Guru Besar dari berbagai universitas di Indonesia. Akan tetapi masukan tersebut juga tidak diakomodir, baik oleh pansel, Presiden, maupun DPR,” tuturnya.
Oleh karena itu, kata dia, dapat dikatakan bahwa seleksi pimpinan KPK kali ini hanya dijadikan urusan segelintir elite politik saja, tanpa melibatkan masyarakat luas.
Apalagi kemudian, kata dia, langkah pararel DPR RI dan pemerintah adalah dengan merevisi UU KPK melalui jalur cepat, di mana masukan dari berbagai elemen masyarakat tidak didengar sama sekali.
“Seluruh calon pimpinan KPK juga sangat terikat dengan komitmen menyetujui revisi, sebagai syarat untuk terpilih sebagai pimpinan KPK. Para calon pimpinan KPK diminta untuk menandatangani kontrak politik saat “fit and proper test” yang berkaitan dengan persetujuan revisi UU KPK,” ujar Kurnia.
Artikel ini ditulis oleh: