Pekerja menggarap pembangunan 'underpass' mampang, Jakarta Selatan, Senin (23/10/2017). Enam proyek pembangunan di Jakarta yang dimulai pada era kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak akan selesai tepat waktu dan terancam molor diresmikan. Salah satu penyebabnya karena kabel listrik, pipa gas, dan air belum dipindahkan dari area proyek. Keenam proyek tersebut adalah pembangunan simpang tak sebidang Bintaro Permai-Rel KA; pembangunan simpang tidak sebidang Cipinang Lontar; pembangunan underpass Kartini; pembangunan jalan layang (flyover) Pancoran; underpass Mampang-Kuningan; dan, pembangunan underpass Matraman-Salemba. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Indonesia Development Monitoring (IDM) mengatakan pembangunan Indonesia dilakukan secara ugal-ugalan hingga cita-cita kemakmuran bagi rakyat hanya sebatas angan.

Direktur IDM Bin Firman Tresnadi menuturkan; sudah 72 tahun Indoensia memproklamasikan kemerdekaan, tetapi sebagian besar barang-barang kebutuhan rakyat Indonesia masih diperoleh melalui impor. Lebih ironis lagi, bukan cuma barang-barang yang menggunakan teknologi tinggi yang diimpor, tetapi hasil bumi seperti garam dan kedelai pun diimpor.

“Inilah yang mengkhawatirkan kita: bukan cuma gagal membangun industri, tetapi membangun pertanian pun tidak bisa. Padahal, pembangunan sektor pertanian mestinya menjadi dasar untuk membangun masa depan industri nasional kita,” kata dia secara tertulis, yang diterima Aktual.com Senin (13/11).

Sejak jaman kolonial lanjut dia, hingga sekarang, Indonesia harus berpuas sebagai negara pengekspor bahan mentah. Sektor industri tidak pernah berkembang dan tidak pernah sanggup mengatasi ketergantungan bangsa Indonesia terhadap produk impor. Bahkan, sejak neoliberalisme kian massif di Indonesia, Industri manufaktur yang sudah ‘setengah-nafas’ pun kian hancur. Dan secara perlahan daya beli masyarakatpun terjun bebas.

“Indonesia belum punya cetak biru industri nasional yang mengaitkan semua sektor untuk mendukung industri yang akan dikembangkan. Justru sebaliknya yang terjadi: pemerintah yang bermental inlander ini cukup puas menjadi pengekspor bahan mentah. Padahal, basis industrialisasi nasional kita adalah industri yang berbasis pada pengolahan sumber daya alam kita,” tutur Firman.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Andy Abdul Hamid