Jakarta, Aktual.com – Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong pemerintah untuk memberikan insentif fiskal kepada KKKS agar terjadi percepatan pengembangan blok migas yang ada di wilayah kerja (WK) Natuna.
Adanya tantangan yang besar terutama pada salah satu blok gas di Natun dimana blok itu mengandung kadar CO2 yang tinggi, sehingga perlu proses injeksi dan memerlukan teknologi berbiaya tinggi untuk menghasilkan menjadi gas.
“Salah satu blok di Nantuna itu kandungan CO2 nya tinggi, jadi mengambil gasnya itu perlu teknologi. Tinggal bagaimana mendorong investor supaya ekonomis,” kata Direktur IESR, Fabby Tumiwa kepada Aktual, Kamis (18/8).
Menurutnya, kebijakan pengembangan gas domestik harus memprioritaskan pemenuhan kebutuhan industri daripada untuk pembangkit listrik. Hal ini mempertimbangkan aspek value added lebih besar ketimbang diperuntukkan bagi pembangkit listrik.
Untuk itu dia kembali menegaskan akan perlunya insentif fiskal dari pemerintah agar biaya pengembangan lapangan menjadi lebih ekonomis.
“Disinilah perlu kerangka kebijakan insentif fiskal dari pemerintah apakah ada pengurangan pajak, bea masuk teknologi dan lainya. Disinilah instrumen fiskal dari pemerintah sangat dibutuhkan untuk menbuat kelayakan ekonomi dari sebuah lapangan,” pungkasnya.
Diketahui upaya pengembangan blok migas di wilayah perbatasan Laut Cina Selatan sangat beralasan kuat, karena 30 persen wilayah Exclusive Economic Zone (EEZ) Indonesia dicaplok oleh negara Cina.
Tenaga Ahli Menteri Bidang Minyak dan Gas Bumi dari Kementerian Koordinator (Kemenko) Maritim, Haposan Napitupulu mengatakan setidaknya ada 16 wilayah kerja migas Indonesia yang ada di Perairan itu.
Dari 30 persen wilayah yang telah dicaplok negeri Tirai Bambu, mencakup dua blok migas yakni Natuna D-Alpha dan blok Dara.
“Kalau kita banyak melakukan atifitas disana, tujuannya Indonesia exis disana dan tidak bisa diklaim, disana Migas jadi ujung tombak karena akan bekerjasama denga player besar dari negara negara besar, jadi kedaulatan Indonesia semakin diakui,” kata Haposan. (Dadangsah)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka