Jakarta, Aktual.co —Langkah Tim Reformasi Tata Kelola Migas (TRTKM) yang merekomendasikan Pemerintah untuk menghapus BBM jenis Ron 88 terus menuai kritikan.

Sejumlah kalangan bahkan menilai hal itu merupakan langkah dalam rangka meliberalisasi migas di Indonesia. “Ini adalah langkah yang sangat licin yang dilakukan Tim yang dibentuk Kementerian ESDM dalam rangka melakukan liberalisasi migas,” kata Pengamat Energi dari Indonesia for Global Justice (IGJ) Salamuddin Daeng melalui pesan elektroniknya di Jakarta, Senin (29/12).

Mengapa demikian? Salamuddin menjelaskan, pertama, menghapus BBM Ron 88 berarti  menghapus BBM jenis premium. Dengan demikian maka hanya jenis Pertamax yang akan dijual ke depan.

Kedua, menghapus RON 88 berarti membenarkan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, atau membenarkan logika pencabutan subsidi BBM.

“Ketiga, menghapus RON 88 berarti menutup peluang pemerintahan Jokowi menurunkan harga BBM. Padahal mestinya pemerintah menurunkan harga BBM ditengah menurunnya harga minyak global. Ke empat, itu juga berarti menghentikan impor minyak Pertamina melalui anak perusahaannya. Tersiar kabar trader minyak Korea dan Jepang sudah siap memasok BBM RON 92 ke Indonesia,” ujarnya.

Ke lima, menghapus Ron 88 berarti membuka  liberalisasi, dimana Pertamina dipaksa membeli pada trader minyak melalui mekanisme pasar bebas. Termasuk impor minyak oleh Sonangol yang konon memiliki kedekatan dengan partai penguasa.

Ke enam, penghapusan Premium juga akan memperlemah daya saing Pertamina. Pasalnya, selama ini Ron 88 merupakan produk utama Pertamina yang medominasi pasar Indonesia.

Ke tujuh, menghapus RON 88 berarti akan membuka jalan bagi perusahaan asing dalam mengalahkan Pertamina dan menguasai pasar minyak dalam negeri.

Ke delapan, menghapus RON 88 berarti memotong rantai pasokan Pertamina dan menambah ketergantungan Pertamina kepada  trader yang bermain di pasar minyak RON 92. Terakhir, menghapus RON 88 berarti mengganti importir lama dengan mafia baru yang diduga memiliki kedekatan dengan penguasa saat ini.

“Sepak terjang Tim RTKM memperlihatkan keinginannya untuk mengobok obok Pertamina dan anak perusahaannya. Faisal Basri sebagai pemimpinnya diduga telah secara sengaja terlibat dalam konflik kepentingan para trader migas, dengan mengabaikan kepentingan nasional dan rakyat,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh: