Jakarta, Aktual.com — Kalangan analis pasar modal menyarankan kepada pemodal untuk melakukan transaksi jangka pendek di tengah tren indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang sedang berada dalam tren penurunan.

“Saat ini pasar masih dalam kondisi ‘bearish’. Kami menyarankan untuk trading jangka pendek (short term trading) dengan disiplin risiko yang tinggi (stop loss),” kata Analis Mandiri Sekuritas Hadiyansyah di Jakarta, ditulis Kamis (16/7).

Ia menambahkan bahwa secara teknikal IHSG yang sudah terkoreksi menembus 4.900 poin mengonfirmasi akan kembali meneruskan tren penurunannya.

“Kunci level bawah selanjutnya berada di 4.826 poin yang merupakan titik terendah di tahun ini serta 4.800 poin akan menjadi level psikologis bawah untuk jangka menengah,” katanya.

Tercatat, IHSG BEI pada Rabu (15/7) ini ditutup melemah sebesar 31,95 poin atau 0,65 persen menjadi 4.869,84.

Menurut Hadiyansyah, kondisi pasar saham yang mudah berubah seperti saat ini maka persentase posisi tunai disarankan lebih besar dari pada posisi ekuitas. Untuk investor konservatif dan jangka panjang, disarankan untuk “wait and see”, hingga pasar kembali memasuki tren kenaikan.

Kepala Riset Universal Broker Indonesia, Satrio Utomo mengharapkan bahwa pascalibur Hari Raya Lebaran diharapkan sinyal dari bursa regional positif. Sejauh ini masih terlihat bervariasi sentimennya.

“Harapannya sih, semua berlangsung kondusif, tidak ada kejutan koreksi dari bursa regional,” ujarnya.

Sebelumnya, Analis PT Pefindo Riset Konsultasi Guntur Tri Hariyanto mengatakan bahwa pada saat ini para pemodal akan cenderung mengambil langkah yang sangat hati-hati, selain dibayangi krisis utang Yunani, sentimen kenaikan suku bunga AS oleh the Fed semakin mendekati.

Kendati demikian, dia mengatakan bahwa investasi di pasar modal salah satunya dalam produk reksa dana tetap masih memberikan peluang, itu terutama didukung oleh investor yang berorientasi jangka panjang.

Direktur Investasi PT Valbury Capital Management,Andreas Yasakasih mengatakan bahwa saat the Fed merealisasikan kenaikan suku bunganya, diproyeksikan nilai efek di pasar global, terutama di negara-negara berkembang akan mengalami tekanan karena investor cenderung memilih menempatkan asetnya ke negeri Paman Sam.

“Siap-siap ‘reduce’. Namun, di tengah situasi itu tetap akan ada peluang ‘gain’,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh: