Jakarta, Aktual.com-Secanggih dan secepat apa pun laju perkembangan sains yang ada saat ini, sebetulnya tak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Karena itu tak heran bila Joseph Haberer (Politicalization in Science, 1972) mendefinisikan ilmu sebagai suatu aktivitas manusia yang beraneka ragam, bukan hanya sekumpulan pengetahuan atau teori, tapi juga suatu metodologi, suatu kegiatan praktek, suatu jaringan pola-pola kebiasaan dan peranan yang melalui ilmu itu pengetahuin diperoleh, diuji dan dikembangkan.

Menurut Direktur Pembinaan SMP, Dr. Supriano, M.ed, Bali yang dipilih sebagai tuan rumah perhelatan IJSO ke-13 2016, merupakan simbol dari integrasi sains dan budaya. Bali juga dipilih sebagai lokasi pelaksanaan International Junior Science Olympiad (IJSO)  agar dapat menjadi faktor penarik para ilmuwan sains dan pencinta sains untuk datang ke Indonesia.

Sehingga selain bertanding dan mengenalkan sains kepada para generasi muda, perhelatan IJSO ke-13 juga sekaligus mengenalkan objek wisata terkenal ini kepada para delegasi dari seluruh dunia.

Tak dapat dipungkiri bila IJSO merupakan wadah peningkatan prestasi bagi para peraih medali Olimpiade Sains Nasional (OSN) di kancah Internasional. Tak heran bila dari tahun ke tahun, perhelatan IJSO terus mengalami kemajuan, terutama dari sisi peserta atau kontingen. Partisipasi negara di ajang ini dari tahun ke tahun menunjukkan kegairahan positif.

Banyak negara berpartisipasi dalam kegiatan IJSO setiap tahunnya. Pafa perhelatan IJSO ke-1 tahun 2004 misalnya, yang waktu itu diadakan di Indonesia pesertanya ada 33 negara.

Pun demikian pada IJSO ke-2 tahun 2005 yang juga diadakan di Indonesia, pesertanya berasal dari 33 negara. Pada IJSO ke-3 tahun 2006 di Brazil pesertanya sempat menurutn menjadi 30 negara. Namun pada IJSO ke-4 tahun 2007 di Taiwan pesertanya menjadi 38 negara.

Lalu pada perhetanan IJSO ke-5 tahun 2008 di Korea, pesertanya kembali meningkat menjadi 50 negara.
Penurunan sempat terjadi pada perhetalan IJSO ke-6 tahun 2009 di Azerbaijan, menjadi 49 negara. Lalu kembali menurun pada IJSO ke- 7 pada tahun 2010 di Nigeria menjadi 36 negara.

Lalu naik kembali pada IJSO ke-8 tahun 2011 di South Africa menjadi 41 negara. Lalu kembali turun pada IJSO ke-9 tahun 2012 di Iran menjadi 30 negara saja. Sempat naik kembali pada IJSO ke-10 tahun 2013 di India menjadi 41 negara.

Tapi kembali turun drastis pada IJSO ke-11 tahun 2014 di Argentina menjadi 29 negara saja. Terakhir, perhelatan IJSO ke-12 tahun 2015 yang diadakan di Korea Selatan akhirnya menigkat kembali menjadi 49 negara. Pada tahun 2016, dimana perhelatan IJSO ke-13 akan kembali digelar di Indonesia, sudah 62 negara yang hinggasaat ini telah mendaftar untuk ikut di Indonesia, dan ini menjadi rekor peserta terbanyak untuk saat ini.

Dengan antusiasme negara-negara lain yang seperti itu, Indonesia sebagai tuan rumah tentu saja harus meraih prestasi yang lebih baik. Karena itu para siswa peraih medali akan diberikan kesempatan untuk menjadi perwakilan Tim Indonesia agar dapat membanggakan Indonesia di bidang sains.

Persiapan yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama antara lain memberikan pembinaan kepada para peraih medali emas, perak dan perunggu. Pembinaan ini dikenal dengan Training Center IJSO yang terdiri atas beberapa tahap seleksi untuk mendapatkan 12 siswa SMP sebagai Tim Indonesia.

Training Center yang memberikan tambahan materi kepada para peserta untuk mempelajari materi sesuai dengan silabus IJSO yang telah ditetapkan. Siswa SMP harus dapat menguasai 3 mata pelajaran utama yang dikompetisikan yakni Fisika, Biologi dan Kimia dengan tambahan bidang Matematika. Para siswa memperoleh materi untuk mempersiapkan tiga tes yang harus diikuti, yaitu: Multiple Choice Question (MCQ) Test, Theory test dan Experiment Test.

Selain itu mereka juga akan diberikan pembelajaran ekstra kurikuler, pembinaan karakter, pembinaan spiritual, serta rekreasi untuk memberikan keseimbangan antara ilmu akademik dan ilmu yang lain. Lagi-lagi, Bali menjadi lokasi yang pantas untuk memberikan keseimbangan kepada para peserta.

Selama penyelenggaraan IJSO, Indonesia memiliki tradisi meraih medali yang cukup menakjubkan. Dimana di tingkat International, terutama bagi para siswa Sekolah Menengah Pertama, tradisi itu dimulai sejak tahun 2004, ketika IJSO mulai diadakan untuk pertama kalinya dengan meraih 8 emas, 4 perak, Absolute Winner dan the Best Experimental.

Pemerintah, khususnya Kemendikbud tentu saja dapat mengambil teladan dari penyelenggaraan IJSO ini. Bahwa Kegiatan IJSO ini menarik daya minat para pencinta sains untuk meningkatkan prestasi sains mereka sejak di tingkat SMP. Minat mencintai dan mengembangkan ilmu sains di sekolah-sekolah perlu ditingkatkan oleh para guru. Dari kegiatan ini, sains bukanlah mata pelajaran yang harus ditakuti, namun menjadi jembatan untuk dapat berinteraksi dan bersahabat dengan para teman dari berbagai belahan dunia.

Ke depan, memang perlu ada banyak ajang yang pserti IJSO ini. terutama dalam rangka mencerdaskan generasi muda Indonesia, sehingga kelak ada wadah yang tepat untuk para siswa yang memiliki talenta, bakat, minat dan kemampuan di segala bidang yakni akademik, olahraga, seni, jurnalistik, penelitian dan tentu saja juga budaya.

Pemerintah tetap harus semangat memotivasi para siswa Indonesia untuk mengasah ilmu dan menjunjung tinggi sportivitas dalam berkarya. Apalagi kita semua sadar bila IJSO adalah salah satu kegiatan untuk mempersiapkan Generasi Emas pada tahun 2045.

*Adv

Artikel ini ditulis oleh: