Jakarta, Aktual.com – Menko bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengklaim telah melakukan kajian dari semua aspek, untuk memutuskan melanjutkan proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta. Klaim Luhut, keputusannya memiliki landasan yang kuat. Baca:LBP Tegaskan Kajian dan Amdal Reklamasi Sudah Selesai

“Semua aspek mulai dari lingkungan hidup, PLN, dan perikanan KKP, kemudian Kemenhub, terus Pemprov DKI,” klaim dia, di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (13/9). Baca: Kajian Rampung Oktober, Ini Klaim Bappenas Pentingnya “Giant Sea Wall” Jakarta

Tentu saja, pernyataan Luhut menuai tanya. Pakar kelautan IPB Alan F Koropitan Ph.D bahkan melontarkan semacam ‘tantangan’ agar Luhut berani membuka kajian yang dimaksud.

Kata Alan, biar saja kajian yang ‘pro reklamasi’ diadu dengan kajian ilmiah yang sudah dilakukannya sejak lama dan mendapatkan bahwa reklamasi teluk Jakarta tidak layak. “Jika ada yang bisa mematahkan kajian ilmiah saya sebaiknya dibuka saja ke publik,” ujar dia, saat dihubungi Aktual.com, Rabu (14/9).

Ini Alasan Alan Menentang Reklamasi dan GSW di Teluk Jakarta

Kata dia, dengan begitu publik bisa tahu siapa yang membuat kajian ‘versi’ Luhut dan bisa direview. Karena biar bagaimanapun kajian ilmiah, apalagi terkait dengan kebijakan publik, haruslah melewati proses review dari rekan sejawat (peer review), sebelum kemudian proyeknya berjalan. “Oleh komunitas akademisi yang concern (dalam hal ini kelautan),” ujar dia.

Alan diketahui termasuk salah satu pakar kelautan yang bersikap menolak reklamasi Teluk Jakarta. Dia juga menjadi salah satu saksi ahli yang dihadirkan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta saat menggugat izin reklamasi Pulau G di PTUN Jakarta.

Dia berpendapat proyek reklamasi dan Giant Sea Wall (GSW) di Teluk Jakarta harus ditinjau ulang. Alasan dia sederhana saja, agar tidak menyesal di kemudian hari. Peraih gelar Doktor dari Universitas Hokkaido, Jepang ini ‘mematahkan’ alasan-alasan yang digunakan para pendukung dan pengembang proyek reklamasi dan GSW.

Pertama, alasan bahwa proyek reklamasi dan GSW perlu dibuat untuk melindungi Jakarta dari cuaca ekstrem dan ancaman badai tropis. Alan berpendapat alasan itu jelas mengada-ada. Sebab perairan Indonesia masuk dalam wilayah perairan ekuator. “Sehingga ancaman badai tropis lemah,” ucap dia.

Berdasarkan Hukum Fisika, kata Alan, badai tropis tercipta dari kesetimbangan dua gaya. Pertama, Gaya Koriolis yang muncul karena perputaran bumi dan kedua karena tekanan di permukaan laut.

“Di wilayah ekuator, tidak ada gaya koriolis. Semakin menuju ke daerah ekuator maka gaya koriolis semakin mati. Sehingga alasan ancaman badai tropis pun terlalu berlebihan,” ujar Direktur Pusat Oseanography dan Teknologi Kelautan Surya University itu.

Alasan kedua yang dianggapnya mengada-ada terkait pembangunan proyek reklamasi dan GSW adalah yang menyebut adanya kenaikan muka air laut di Teluk Jakarta. Sebab kenaikan muka air laut di Teluk Jakarta sebenarnya hanya beberapa milimeter saja per tahun. Sedangkan banjir rob yang masuk wilayah Jakarta lebih disebabkan oleh penurunan permukaan tanah. “Ada daerah yang permukaan tanahnya turun hingga 20 cm/ tahun,” ucap dia.

Turunnya permukaan tanah di Jakarta, ujar dia, disebabkan oleh penggunaan air tanah yang serampangan.  Bicara penurunan permukaan tanah, kata dia, maka bicara siklus hidrologi yang harusnya diurus institusi terkait di DKI untuk membuat aturan penggunaan air tanah. “Sehingga membuat reklamasi GSW atas pertimbangan di atas tidak tepat,” ucap dia.

Dituturkan dia, dengan adanya pulau-pulau hasil reklamasi dan GSW nantinya justru bakal menyebabkan banjir. Lantaran aliran air dari 13 sungai di Jakarta bakal terhambat. Kalaupun solusi untuk hambatan hidrologi itu adalah dengan menyediakan pompa-pompa, menurut Alan itu justru malah menimbulkan deretan pertanyaan. Seperti ukuran pompa yang sebesar apa lagi yang bakal dipasang? Siapa yang membiayai? Sumber listrik untuk menjalankan pompa?.

“Sebab untuk banjir yang disebabkan oleh hujan saja pompa yang ada DKI sudah keteteran. Buktinya waktu banjir beberapa waktu lalu. Apalagi jika ditambah ada pulau reklamasi dan GSW bakal semakin parah banjir Jakarta,” ucap dia.

Karena alasan-alasan itulah, Alan menduga proyek reklamasi dan GSW ngotot dibuat hanya demi kepentingan segelintir kelompok bisnis saja. “Apakah kita (warga) mau dikorbankan untuk itu? Masa nanti uang pajak rakyat dipakai buat kepentingan segelintir pengusaha itu?” ucap dia.

Artikel ini ditulis oleh: