Sejumlah alat berat melakukan pengangkutan tanah di lokasi penambangan galian C, Alolama, Kendari, Sultra, Minggu (18/5). Selain dampak kerusakan lingkungan pada kawasan tadah hujan, sejumlah warga yang bermukim di sekitar lokasi penambangan tersebut mengeluhkan mulai terjangkit infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA akibat mengisap debu dari aktivitas penambangan. ANTARA FOTO/Ekho Ardiyanto/ss/pd/14

Jakarta, Aktual.com — Dalam proses amandemen Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, Indonesian Mining Association (IMA) mengusulkan agar adanya penggolongan bahan galian dalam kegiatan pengusahaan pertambangan. Penggolongan yang dimaksud adalah bahan galian vital, strategis dan non vital strategis.

Tim pengkaji IMA, Tri Hayati mengatakan bahwa hilangnya penggolongan bahan galian telah menyebabkan terjadinya eksploitasi sumber daya alam (SDA) tambang tanpa kendali sehingga terjadi kerusakan lingkungan dan penerimaan negara tidak optimal, yang akhirnya berujung pada ketidaksinambungan ketersediaan SDA dalam mendukung pembangunan nasional bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.

“Oleh sebab itu, perlu dilakukan suatu perubahan dan perbaikan dalam UU Minerba dengan kembali mengadopsi penggolongan bahan galian vital, strategis dan non vital strategis,” ujar Tri Hayati dalam konferensi persnya di Jakarta, Kamis (10/12).

Ia menerangkan, bahan galian vital yaitu bahan galian yang dapat menjamin hajat hidup orang banyak. Bahan galian strategis yaitu bahan galian yang strategis bagi pertahanan atau keamanan negara atau bagi perekonomian Negara. Sedangkan non vital strategis yaitu bahan galian yang tidak termasuk dalam vital dan strategis.

“Golongan vital dan strategis merupakan kewenangan Pemerintah pusat namun dapat dilimpahkan kepada Daerah atas izin Menteri ESDM. Sementara non vital strategis merupakan kewenangan otonomi pemda berdasarkan asal desentralisasi sebab bersifat lokal kedaerahan,” tutup dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka