Kairo, aktual.com – Imam Besar Al-Azhar, Syekh Ahmed al-Tayeb, mengeluarkan seruan tegas kepada masyarakat internasional agar segera turun tangan menyelamatkan rakyat Palestina yang tengah menderita di Jalur Gaza. Grand Syekh dari institusi pendidikan Islam ternama itu mendesak semua pihak agar tidak lagi tinggal diam menyaksikan penderitaan yang terjadi.
Syekh al-Tayeb menyoroti kondisi yang semakin memburuk selama hampir 22 bulan terakhir, di mana lebih dari dua juta warga Palestina menghadapi ancaman kelaparan dan malnutrisi akut akibat blokade ketat yang diberlakukan oleh militer Israel (IDF). Selain itu, bantuan kemanusiaan yang hendak disalurkan ke Gaza juga dihalangi masuk, termasuk yang melalui perbatasan Mesir-Rafah.
Dalam pernyataannya, Syekh al-Tayeb mengetuk kesadaran moral umat manusia untuk bertindak. Ia menyampaikan, “Hati nurani kemanusiaan kita sedang diuji,” seperti dikutip dari TRT World, Rabu (23/7/2025). Ia juga menekankan pentingnya segera menghentikan tindakan genosida yang dilakukan oleh Israel.
Tak hanya itu, Imam Besar Al-Azhar tersebut memberikan peringatan keras bahwa siapa pun yang memberikan dukungan kepada Israel, baik dalam bentuk senjata maupun kebijakan politik, secara langsung dianggap sebagai pihak yang ikut terlibat dalam kejahatan genosida ini.
Sementara itu, Mesir sendiri sempat menjadi sorotan global ketika menahan dan mendeportasi para aktivis kemanusiaan dari berbagai negara yang tergabung dalam aksi Global March to Gaza pada Juni 2025. Mereka berencana melakukan perjalanan darat menuju Rafah untuk menuntut pencabutan blokade dan membuka akses bantuan kemanusiaan ke Gaza, wilayah yang kini dijuluki sebagai “wilayah dengan wabah kelaparan paling mengenaskan di dunia kini.”
Aksi damai yang dijadwalkan pada 13 Juni 2025 itu mengalami hambatan ketika otoritas Mesir mengambil tindakan keras. Para aktivis ditahan di Bandara Kairo dan sejumlah hotel untuk diinterogasi. Puluhan orang bahkan ditangkap, lalu dideportasi pada Kamis (12/6/2025).
Menurut laporan AFP, seorang pejabat Mesir yang enggan disebutkan namanya menyatakan bahwa lebih dari 30 aktivis—mayoritas berkewarganegaraan Eropa—telah dideportasi hanya dalam waktu dua hari setelah tiba di Bandara Internasional Kairo.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















