Jakarta, Aktual.com — Pesanan kapal dan tongkang ke perusahaan-perusahaan galangan kapal di Kawasan Perdagangan Bebas Pelabuhan Bebas Batam menurun drastis sebagai imbas larangan ekspor mineral mentah.
“Kalau dulu, perusahaan anggota BSOA bisa membuat 850 tongkang tiap tahun, sekarang tidak ada lagi,” kata Sekretaris Batam Shipyard and Offshore Association (BSOA), Novi Hasni Purwanti di Batam, Senin.
Dulu perusahaan galangan kapal bisa memproduksi tongkang sekaligus dalam jumlah banyak, seperti layaknya produksi mobil. Pembeli tongkang datang langsung ke galangan untuk memilih tongkang sesuai kebutuhan. Namun kini, pesanan tongkang dalam negeri berhenti total.
Tongkang biasanya dibeli oleh eksportir minerba untuk membawa batu bara dan barang mineral mentah ke luar negeri. Semenjak pemerintah melarang ekspor minerba mentah kebutuhan tongkang pun menurun mendekati nol.
“Karena multi-player efek, dari larangan membawa bahan tambang mentah langsung ke mother vessel, sementara Indonesia belum bangun smelter untuk pengolahan mineral,” kata dia.
Sehingga, distribusi minerba menggunakan kapal dan tongkang tidak bisa dilakukan lagi.
“Armada yang ada saja berlabuh tidak beroperasi, apalagi pesanan kapal baru,” kata dia.
Sementara itu, Kepala Kantor Bank Indonesia Kepri menyatakan sejak lima tahun terakhir kontribusi kapal dan konstruksi terapung terhadap total ekspor Kepri cenderung menurun. Penurunan itu terpengaruh oleh krisis di Timur Tengah dan penurunan pesanan kapal pengangkut hasil tambang setelah ekspor mineral mentah dilarang.
Kepri merupakan pusat industri perkapalan di Indonesia dengan 110 perusahaan galangan kapal yang beroperasi di provinsi itu. Jumlah itu merupakan setengah dari total perusahaan galangan kapal di Indonesia yang berjumlah 198 perusahaan.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka