Jakarta, Aktual.com – Pemerintah memastikan akan membuka impor gula dan garam industri dalam skala besar pada 2026 guna menjamin ketersediaan bahan baku bagi sektor industri nasional. Kebijakan ini diambil untuk menjaga kesinambungan produksi dan stabilitas industri strategis, dengan penegasan bahwa impor tersebut tidak diperuntukkan bagi konsumsi langsung masyarakat.
Deputi Bidang Koordinasi Tata Niaga dan Distribusi Pangan Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Tatang Yuliono, mengatakan keputusan tersebut merupakan hasil rapat koordinasi penetapan Neraca Komoditas Pangan 2026 yang melibatkan kementerian dan lembaga terkait.
Dalam rapat tersebut, pemerintah menyepakati impor gula bahan baku industri sebesar 3.124.394 ton. Selain itu, terdapat tambahan alokasi impor sebanyak 508.360 ton yang diperuntukkan bagi gula bahan baku industri melalui skema Kemudahan Impor Tujuan Ekspor–Kemudahan Bahan Baku (KITE KB).
“Disepakati bahwa untuk gula bahan baku industri sesuai dengan usulan, yaitu sebesar 3.124.394 ton,” ujar Tatang usai rapat koordinasi Penetapan Neraca Komoditas Pangan 2026 di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta, Selasa (30/12/2025).
Tatang menjelaskan, mayoritas gula yang diimpor masih berupa gula kristal mentah (raw sugar) yang kemudian diolah di dalam negeri. Sekitar 98 persen impor merupakan raw sugar, sementara sisanya merupakan gula khusus seperti gula bit atau gula untuk kebutuhan industri tertentu dengan volume relatif kecil.
“Ini murni untuk menjaga pasokan industri agar tidak terganggu. Bukan untuk konsumsi rumah tangga,” tegasnya.
Selain gula, pemerintah juga menetapkan impor garam industri yang dibatasi khusus untuk kebutuhan industri klor-alkali plant (CAP). Untuk 2026, kebutuhan garam industri CAP ditetapkan sebesar 1.188.147,005 ton. Kebijakan ini sejalan dengan pembatasan impor garam yang hanya dibuka bagi industri strategis.
Pemerintah juga mencermati potensi tambahan pasokan dari produksi garam dalam negeri, termasuk dari kawasan sentra industri garam di Rote yang ditargetkan mulai berproduksi pada 2026. Produksi tersebut akan dimasukkan secara bertahap dalam perhitungan neraca pasokan dan permintaan nasional.
“Kalau produksi dalam negeri sudah berjalan dan datanya masuk, tentu akan kita hitung kembali dalam neraca supply and demand. Saat ini belum ditetapkan keadaan tertentu,” ujar Tatang.
Hingga kini, pemerintah belum menetapkan status keadaan tertentu yang memungkinkan impor tambahan garam di luar kebutuhan CAP. Penetapan tersebut hanya akan dilakukan apabila produksi dalam negeri terbukti belum mampu memenuhi kebutuhan nasional.
Pemerintah menegaskan target kebijakan ke depan adalah mengakhiri impor garam pada 2027, kecuali dalam kondisi tertentu. “Selama produksi dalam negeri mencukupi, impor tidak akan dibuka,” pungkas Tatang.
(Rachma Putri)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka Permadhi

















