Persoalan tetap tingginya impor di sektor migas, juga berkolerasi dengan kepentingan para trader. Kata Ahmad, sektor migas masih banyak melayani trader. Sementara untuk meyakinkin investor refinery masih perlu waktu lama.
“Masih panjang, kemungkinan satu periode Pemilu lagi belum tentu ada hasil maksimal sebab RUU migas masih blum tuntas,” ujar Ahmad.
Di sisi lain, sektor ESDM juga masih tumpang tindih di SKK Migas dan Ditjen migas. Alhasil semua jalan di tempat. Maka tak heran, potensi besar energi yang bisa mendukung industri nasional, seperti LNG di wilayah timur Indonesia, tidak bisa dimanfaatkan maksimal.
“Alhasil semua jalan di tempat, LNG yang berlimpah dari timur selalu alasan infrastruktur belum memadai,” sindir Ahmad.
Bagi Ahmad, mengutamakan memperbaiki sektor hulu merupakan jalan tercepat agar sengkarut impor migas bisa dibenahi. Alhasil, jika hulu tidak ada masalah, maka di sektor hilir impor bisa dihilangkan. “Utamakan sektor hulu tidak ada jalan lain.”
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Wisnu