Jakarta, Aktual.com – Munculnya kasus minyak impor Glencore menunjukan lemahnya pengawasan Pertamina setelah Petral-PES di non aktifkan dan sudah dipusatkan seluruh otoritasnya di ISC Pertamina.
“Skandal Glencore tersebut tentulah akibat ketidak transparannya ISC-Pertamina dalam menjalankan proses bisnisnya. Selain transparansi, kesalahan lain adalah pemberian batasan periode audit forensik pada konsultan Kordamentha yang ditepis dengan alasan kemahalan,” ujar direktur eksekutif CERI, Yusri Usman di Jakarta, Sabtu (1/10).
Menurutnya, periode audit Kordamentha seharusnya dimulai tahun 2004 sampai dengan 2014, maka akan ditemukan kasus “Sarir” di tahun 2006 sampai 2009. Bahkan temuan tersebut sudah dilaporkan oleh BPK ke KPK, dan setelah Arie Soemarno lengser dari Dirut Pertamina, maka minyak Sarir itu hilang dari peredaran.
“Diduga pembatasan periode audit forensik Kordhamenta hanya tahun 2012 sd 2014 hanyalah untuk menghidari temuan soal “Sarir crude” karena menyangkut kepentingan pejabat yang baru mulai berkuasa di sektor migas saat ini,” jelasnya.
Faisal Basri yang merupakan Tim Reformasi Tata Kelola Migas pernah menjelaskan bahwa periode audit perlu dilakukan setidaknya pada tahun 2014 dengan alasan diduga ada aliran dana untuk kegiatan Pemilu dan PilPers 2014.
“Nah kalau itu alasannya tentu agak kurang cerdas, bukankah pada tahun 2004 dan 2009 juga ada kegiatan politik berupa Pemilu dan PilPres juga. Sehingga dengan adanya temuan baru ini, maka sudah seharusnya BPK RI sebagai organ negara yang secara UU bertanggungjawab mencegah, menemukan potensi kerugian negara segera bertindak melakukan “audit forensik secara menyeluruh dari tahun 2004 sampai 2012. Apakah BPK berani melakukan ini, itulah yang sangat ditunggu oleh Publik,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka