Jakarta, Aktual.com – Sistem INA CBGs disebut berpotensi menimbulkan banyak pekerja di industri kesehatan kehilangan pekerjaannya. Hal ini disebabkan sistem ini menyamaratakan tarif tanpa melihat upah minimum daerah, sehingga akan banyak Rumah Sakit (RS) yang kesulitan untuk membayar gaji pekerjanya.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan Reformasi (FSP FARKES/R), Idris Idham mencontohkan, pasien diagnosa thypoid diklaim oleh BPJS Kesehatan dengan sistem tersebut sebesar Rp 3 juta.

“Nah baik itu di Aceh, Jakarta, Jawa Tengah atau (daerah) lainnya diklaim sama oleh BPJS. Padahal di Jakarta upah minimum Rp 3,3 juta. Sedangkan di Jawa Tengah upah minimumnya Rp 1,5 juta,” kata Idris dalam keterangan tertulis yang diterima Aktual, Rabu (11/10).

Akibat dari penerapan sistem ini adalah besarnya keuntungan yang diraup oleh pengusaha dalam daerah yang masih tergolong kecil UMP-nya. Sementara di Jabodetabek akan banyak rumah sakit yang kesulitan karenanya.

Hal ini, jelas Idris, berdampak kepada pekerja di rumah sakit, khususnya terkait dengan negosiasi upah yang yang sulit dan banyaknya tenaga kerja yang di-PHK kemudian diganti outsourcing agar bisa dibayar murah.

“Ini benar-benar sistem yang gila dan tidak manusiawi,” sesalnya.

Selain itu, Idris juga mengatakan bahwa saat ini banyak industri rumah sakit dan farmasi yang menerapkan outsourcing.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby