Jakarta, Aktual.co — Sekretaris Jenderal INACA, Tengku Burhanudin, menyoroti harga tiket pesawat yang selalu menjadi permasalahan ketika beban maskapai penerbangan semakin berat. Menurutnya hal tersebut dapat mengakibatkan pelemahan terhadap kurs rupiah maupun kenaikan harga minyak dunia.
“Tarif penerbangan selalu diributkan. Makanya tarif tidak usah diatur. Biarin saja maskapai yang jual tiket dengan harga murah, bisa rugi atau yang jual kemahalan berdampak ke okupansi penumpang,” kata Teuku dalam diskusi bertajuk ‘Bukan Cari Kambing Hitam Selamatkan Penerbangan Nasional’ yang digelar Aktual Forum dibilangan Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (25/1).
Namun, lanjut dia, akan terjadi benturan dari UU dalam penghapusan tarif penerbangan. Menurutnya, dalam UU tersebut, tarif batas atas harus diatur oleh pemerintah, kecuali ada perubahan dalam UU tersebut.
“Ada kelemahan tarif batas atas kalau diatur pemerintah, di mana setiap ada perubahan biaya asuransi, kurs rupiah dan harga avtur, maka maskapai menuntut tarif itu dinaikkan. Dan biasanya nggak cepat. Sedangkan kalau tarif batas bawah, dipertanyakan keamanannya,” jelasnya.
Tengku menambahkan, penerbangan berbiaya murah (low cost carrier/LCC) menetapkan tarif 85 persen atau lebih rendah dibanding penerbangan full sevices seperti Garuda Indonesia sebesar 100 persen.
“LCC adalah salah satu model yang ada pada UU. Kalau LCC tetapkan tarif 85 persen dibagi jumlah penumpang 200 orang, maka biayanya jauh lebih murah dibanding full services karena penumpangnya terbatas,” demikian Teuku.
Artikel ini ditulis oleh:

















