Perlahan, tradisi makan baradaik (beradat) adalah budaya masyarakat yang ditawarkan pertama kali di desa wisata itu bagi wisatawan. Makan baradaik dilaksanakan di Rumah Gadang, rumah tradisional Sumatera Barat, di Pusat Dokumentasi Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM) atau di alam terbuka di Kubu Gadang.

Untuk berpromosi ia dan pemuda Kubu Gadang mengajak fotografer yang sudah cukup dikenal di Sumbar dan Padang Panjang untuk memotret di sana. Kepiawaian para fotografer membidik objek yang menarik, menurutnya, bisa membantu mengenalkan desa wisata itu pada masyarakat.

Sambil berjalan dan terus berpromosi, pihaknya lalu mulai memikirkan ciri khas Kubu Gadang sekaligus untuk mempermudah promosi.

Terinspirasi dari atraksi pacu jawi di Kabupaten Tanah Datar, akhirnya lahir ide silek lanyah atau atraksi silat di lumpur yang dilakukan di lahan sawah yang telah dipanen. Hingga saat ini, atraksi tersebut lekat dengan Desa Wisata Kubu Gadang.

Selain itu agar tamu betul-betul dapat menikmati langsung interaksi dengan masyarakat setempat rumah-rumah yang kosong karena sering ditinggal merantau pemiliknya dimanfaatkan sebagai homestay.

“Awalnya cuma ada satu atau dua yang bersedia, namun sekarang sudah ada 15 homestay,” katanya.

Hal itu tidak lepas dari upaya promosi dan kreativitas bersama pemuda Kubu Gadang mencoba menghadirkan atraksi lain, seperti randai, pacu upiah, paket wisata edukasi bagi anak dan lainnya yang semuanya dilaksanakan di lahan sawah.

“Di sini ada sanggar tempat teman-teman berlatih silat, menari dan musik. Mereka yang nanti tampil mengisi suguhan bagi wisatawan berlatih di sini. Wisatawan juga dapat ikut berlatih bersama,” katanya.

Tamu-tamu yang pernah menikmati Kubu Gadang di antaranya berasal dari Malaysia, Jepang, perusahaan-perusahaan dalam negeri hingga anak-anak sekolah dan tamu dari pemerintah daerah setempat.

ant

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby