Menurunnya daya beli masyarakat dapat terlihat dari pertumbuhan industri ritel yang tidak mencapai 4% pada dua kuartal awal 2017, yakni 3,9 % pada kuartal I 2017 dan 3,7 % pada kuartal selanjutnya.

Angka ini sangat jauh jika dibandingkan dengan kuartal yang sama pada 2016, di mana ritel masih tumbuh sebesar 11,3% pada kuartal I 2016 dan 9,2% pada kuartal II 2016.

Dengan kondisi di atas, Berly berpendapat bahwa anjloknya KPR adalah konsekuensi yang sangat logis. Menurutnya, masyarakat akan lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan perut ketimbang mengeluarkan uang yang terbilang besar untuk membeli rumah atau mobil misalnya.

“Jadi kalau memang pertumbuhan ekonomi lagi stagnan, salah satu yg dikurangi adalah beli mobil atau beli rumah,” jelasnya.

Ketika ditanya mengenai perbankan yang belum sepenuhnya berpihak kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), Berly menyatakan bahwa masalah ini sudah diantisipasi oleh BI dengan menurunkan loan to value (LTV) untuk KPR.

Hanya saja, ia mengakui jika hal tersebut tidak akan berpengaruh banyak karena secara keseluruhan, kondisi ekonomi Indonesia masih lesu.

“Kemarin LTV kan diturunin, jadi sudah ada upaya dari otoritas moneter buat mendorong dan menggairahkan kembali sektor properti. Tapi memang dia akan mengikuti pertumbuhan ekonomi,” terangnya seraya menutup.

Laporan: Teuku Wildan A

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby