Jakarta, Aktual.com – Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati memperingatkan pemerintah agar serius dalam merealisasikan belanja pemerintah sesuai dengan RAPBN 2018. Karena selama ini belanja pemerintah sangat tak efektif. Sehingga target pertumbuhan ekonomi di 2018 di angka 5,4 persen terancam tak tercapai.
“Karena, bila tidak sampai di angka itu (5,4 persen), maka pengangguran tinggi, daya beli masyarakat juga tidak akan ter-recovery. Bahkan utang juga tidak akan mampu dikurangi lagi, justru akan kian menumpuk,” ujar Enny di Jakarta, Jumat (18/8).
Apalagi, kata dia, Indef juga pesimis dengan pertumbuhan ekonomi yang 5,4 persen akan tercapai. Karena jika melihat postur anggaran dalam pendapatan dan belanja saat ini, sulit mendukung target pertumbuhan itu. Karena, yang dibuthkan saat ini adalah stumulus.
“Bagaimana sektor-sektor produktif mampu bergeliat, sektor konsumsi rumah tangga punya daya beli. Karena keduanya merupakan sektor jangka pendek. Sebab, ekspor tidak mungkin bisa di-push lagi dalam waktu singkat ini,” ujar dia.
Untuk itu, dia melihat, target di RAPBN 2017 akan menjadi pertaruhan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Dan jika gagal, maka kepercayaan masyarakat yang saat ini sudah rendah akan semakin menurun.
“Ini warning. Sebab, belanja pemerintah banyak yang tidak efektif. Padahal, harusnya pembiayaan pembangunan untuk stimulus fiska ya,” ungkap dia.
Dalam postur RAPBN 2018, kata dia, marginnya juga sangat tinggi antara belanja negara dan pendapatan. Belanja negara ditargetkan mencapai Rp2.204,4 triliun dan pendapatannya sebanyak Rp1.878,4 triliun. Dan agar ada stimulus fiskal, pemerintah menggunakan belanja defisit yang mencapai Rp325,9 triliun.
“Sehingga utang itu akan menumpuk. Karena utang itu sebenarnya bukan hanya Rp325 triliun saja, tapi ada utang baru yang mencapai Rp399,9 triliun. Inilah yang saya katakan RAPBN 2018 adalah pembuktian Jokowi-JK,” tegasnya.
Enny juga menyebut, RAPBN 2018 berpotensi hanya untuk kepentingan politik saja. Terutama dari sisi penerimaan. “Jadi target penerimaan di RAPBN yang bacakan Presiden dalam nota keuangan hanya sebagai bagian pencitraan,” ujarnya.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan