Jakarta, Aktual.com — Aliran kucuran dana pinjaman dari China melalui China Development Bank (CDB) kepada tiga Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar USD3 miliar atau Rp42 triliun disinyalir terindikasi keterlibatan pemerintah secara tidak sehat.
DPR pun berencana mendalami motif dan indikasi adanya penyimpangan dalam proses perjanjian hingga pencairan dana pinjaman tersebut.
Peneliti dari Institute for Development Economics & Finance (INDEF), Ariyono Irhamna menyatakan, keputusan pemerintah untuk melakukan pinjaman dana ke bank China sangat rentan terhadap stabilitas ekonomi Indonesia saat ini. Pasalnya, kondisi ekonomi global sangat rentan dengan tren deflasi.
“Pinjaman dari Cina memiliki risiko yang tidak hanya dapat mengganggu stabilitas ekonomi tetapi bisa saja ujungnya dapat mengganggu stabilitas politik,” papar Ariyono ke Aktual.com, Selasa (15/3).
Terlebih lagi, lanjut Ariyono, saat ini kondisi ekonomi global menghadapi risiko deflasi yang dapat merugikan pihak yang menerima pinjaman.
Selain itu, mestinya dana dari China digunakan untuk pembangunan infrastruktur sehingga dana tersebut dapat mendorong aktivitas ekonomi.
“Jika informasi tersebut benar bahwa ada perusahaan penerima dana bantuan China yang tidak relevan dengan pembangunan infrastruktur maka DPR harus memanggil kementerian BUMN dan Kementrian Keuangan untuk menjelaskan infromasi tersebut,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) terus mendalami motif dan adanya indikasi keterlibatan pemerintah dalam pinjaman dana lunak dari China Development Bank (CDB) kepada tiga Bank BUMN Indonesia sebesar USD3 miliar atau sekitar Rp42 triliun.
Adapun tiga bank plat merah yang melakukan pinjaman USD3 miliar atau sekitar Rp42 triliun dari CDB tersebut yakni Bank Mandiri, BNI, BRI.
Dari beberapa nama perusahaan, ternyata terdapat nama-nama perusahaan milik Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Arifin Panigoro.
Bahkan ada satu perusahaan yang entah milik siapa tapi mendapat kucuran pinjaman dari ketiga bank itu. Yakni, PT Indah Kiat. Bahkan perusahaan ini bergerak di sektor pulp and paper yang sepertinya jauh dari konteks pembangunan infrastruktur.
“Cuma kami tidak bisa tanya ke mereka (direksi ketiga bank itu). Karena ketiganya itu hanya pelaksana. Yang dibelakangnya itu pemerintah, bisa jadi Menteri BUMN,” tukas anggota Komisi XI DPR, Heri Gunawan.
PT Indah Kiat memang mendapat kucuran kredit dari BRI sebanyak US$ 175 juta, dari Mandiri sebesar US$ 50 juta, dan dari BNI sebanyak Rp1,067 triliun. Belakangan diketahui, PT Indah Kiat merupakan salah anak perusahaan sinarmas grup yang sudah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode INKP.
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk merupakan perusahaan multinasional yang memproduksi kertas yang bermarkas di Jakarta, Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1981. Perusahaan ini menghasilkan berbagai macam-macam kertas.
Kemudian perusahaan milik JK dan Arifin juga ada di daftar tersebut. Perusahaan PT Bosowa Energi mendapat kredit dari BRI sebanyak US$ 143 juta. Dan dari bank yang sama ada PT Semen Bosowa yang diberi pinjaman US$ 55,7 miliar.
Sementara perusahaan milik Arifin ada PT Medco E&P Tomori Sulawesi yang dikucuri Mandiri sebanyak US$ 50 juta. Dan juga ada PT Medco Energi International Tbk juga dapat kredit dari Mandiri sebanyak US$ 245 juta.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka