Peneliti INDEF Bhima Yudistira Adhinegara, Jubir PKS Muda Bid Ekonomi Pembangunan Handi Risza, Jubir PKS Muda Bid. Industri dan Lingkungan Hidup Yoandro Edwar, menjadi pembicara dalam acara PKS Muda Talks dengan tema Robohnya Insfrastruktur Jokowi di Kantor DPP PKS, Jakarta Selatan, Kamis (1/3/18). Dalam diskusi PKS Muda menilai, tidak matangnya dari sisi perencanaan dalam pembangunan proyek nasional diera pemerintahan sekarang, membuat 245 proyek strategis nasional hanya 20 proyek yang terealisasi pada tahun 2016, sedangkan tahun 2017 hanya 6 proyek. AKTUAL/HO

Jakarta, Aktual.com – Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira Adhinegara berpendapat, penetapan asumsi kurs di dalam RAPBN pada masa mendatang perlu dilakukan dengan visi yang strategis.

“Poin pentingnya bila target kurs rupiah berada pada 14.400 per dolar AS, maka harus ada strategi,” kata Bhima Yudistira Adhinegara, Kamis (16/8) kemarin.

Menurut dia, yang dimaksud dengan strategi adalah bila ditetapkan pada Rp14.400/dolar AS, maka pemerintah harus memiliki langkah-langkah yang sebenarnya bisa membuat nilai tukar rupiah bisa lebih kuat dari Rp14.400/dolar.

Dengan demikian, maka akan tercipta kondisi yang ideal dalam rangka menentukan berbagai aspek perekonomian yang terkait RAPBN.

Sebelumnya, Bank Indonesia mengatakan bahwa melemahnya asumsi kurs rupiah di RAPBN 2019 yang awalnya sebesar Rp13.700-Rp14.000 per dolar AS, kemudian menjadi Rp14.400 per dolar AS, karena masih tingginya tekanan ekonomi global pada 2019.

Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan, Bank Sentral optimistis nilai tukar rupiah tahun depan akan bergerak lebih stabil di kisaran Rp14.400 per dolar AS.

“Kita masih melihat dari sisi perkembangan global, gejolak perekonomian belum selesai,” ujarnya di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (16/8) kemarin.

Jika tekanan terhadap rupiah terus menguat dan mengancam stabilitas sistem keuangan domesik, Bank Sentral, kata Perry akan melancarkan intervensi ganda di pasar valas dan obligasi. Kemudian, upaya stabiliasi dengan menggunakan instrumen suku bunga dan depresiasi secara bertahap untuk mengembalikan nilai tukar ke fundamentalnya.

Saat menyepakati kerangka asumsi makro dengan Komisi XI DPR pada Juni 2018 lalu, pemerintah-BI dan Komisi XI DPR sepakat asumsi kurs berada di level Rp13.700 per dolar AS – Rp14.000 per dolar AS. Proyeksi ini, sedikit di bawah perkiraan Bank Indonesia (BI) sebelumnya yang sebesar Rp13.700-Rp 14.100 per dolar AS.

Selain asumsi kurs, Dody mengklaim target pertumbuhan ekonomi pemerintah di RAPBN 2019 yang sebesar 5,3 persen (yoy) juga masih realistis. Bahkan, menurut Dody, meskipun suku bunga acuan BI “7-Day Reverse Repo Rate” sudah naik 125 basis poin tahun ini, Indonesia masih mampu mencapai pertumbuhan ekonomi 5,3% (yoy).

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan