Jakarta, Aktual.com – Pengamat pangan dan pertanian dari Indef, Bustanul Arifin menyayangkan sikap pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) yang kerap memuluskan kebijakan impor. Pasalnya, kebijakan itu selain memukul kalangan petani juga bertolak belakang dengan kebijakan subsidi pertanian yang setiap tahun meningkat.
“Sejak kuartal IV-2014 atau pas Jokowi dilantik hingga Mei 2017, pemerintah sudah mengimpor beras sebanyak 2,74 juta ton atau US$ 1,8 miliar. Atau jika dirupiahkan mencapai Rp15,58 triliun (dengan kurs Rp13.300),” ujar Bustanul, di kantor Indef, Jakarta, Senin (10/7).
Kebijakan ini dianggapnya sangat bertolak belakang dari semangat Jokowi sendiri yang mau menyejahterakan petani dengan meningkatkan subsidi pangan.
“Ini kebijakan yang sangat aneh. Apalagi kemudian, jika dilihat datanya, pemerintah sendiri mengantongi paradoks data. Klaim ada surplus beras, tapi nyatanya impor juga tinggi,” tegas Guru besar pangan dari Universitas Lampung ini.
Di kuartal IV tahun pertama Jokowi, pemerintah sudah mengimpor 503.324,56 ton. Kemudian di 2015 mengimpor beras sebanyak 861.601 ton, dan di 2016 lalu mengimpor beras mencapai 1,29 juta ton.
“Dan di tahun ini dari bulan Januari sampai Mei 2017, total impor beras sudah mencapai 94.691,34 ton,” kata Bustanul.
Padahal, jika dilihat dari subsidinya, anggaran pertanian juga terus naik. Seperti subsidi pangan di APBN 2017 sebesar Rp19,8 triliun, subsidi pupuk Rp31,2 triliun, subsidi benih Rp1,3 triliun.
Bahkan anggaran kedaulatan pangan di Kementerian Pertanian juga tinggi. Di APBN 2017 ini mencapai Rp22,1 triliun. “Ditambah lagi ada anggaran cadangan beras pemerintah mencapai Rp2,5 triliun di tahun ini. Jadi sangat disayangkan banyak subsidi tapi impor beras tetap tinggi,” ujarnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan