Sri Mulyani: Rupiah Tembus 14.600 per Dolar AS Imbas dari Krisis Turki: Karyawan PT Ayu Masagung menghitung pecahan 100 dolar AS di Jakarta, Senin (13/8). Nilai tukar rupiah kembali merosot tajam hingga level 14.600 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin pekan ini. Sri Mulyani menyebutkan Tekanan terhadap rupiah disebut sebagai imbas dari krisis keuangan yang dialami oleh Turki. PATRARIZKI SYAHPUTRA/RM

Jakarta, Aktual.com – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talattov tidak yakin apabila suku bunga acuan Bank Indonesia BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI-7DRR) kembali dinaikkan, akan mampu menahan tren pelemahan Rupiah terhadap dolar AS.

“Berkaca pada kenaikan BI-7DRR sepanjang tahun ini tidak terlalu efektif meredam gejolak nilai tukar Rupiah,” ujar Abra, Selasa (4/9).

Bahkan, lanjut Abra, bank sentral masih tetap harus menguras cadangan devisa yang demikian besar yaitu sebesar 13,69 miliar dolar AS.

“Dalam kondisi saat ini, otoritas moneter justru harus mengirimkan sinyal bahwa BI akan mendukung target pertumbahan ekonomi dengan cara mendorong penyaluran kredit perbankan di sektor riil, dengan menjaga tingkat suku bunga kredit. Sehingga akan tetap mempertahankan daya saing produk ekspor Indonesia. Peningkatan ekspor ini akan membantu memperkecil defisit transaksi berjalan,” kata Abra.

Sejak Mei hingga Agustus 2018, Bank Indonesia total sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 125 basis poin, dari 4,25 persen menjadi 5,5 persen.

Dalam konferensi pers pertengahan Agustus 2018 lalu, BI menyebutkan keputusan menaikkan suku bunga acuan konsisten dengan upaya untuk mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik dan mengendalikan defisit transaksi berjalan dalam batas yang aman.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid