Jakarta, Aktual.com – Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah menilai pelonggaran operasional bekerja dari kantor (Work From Office/WFO) untuk perusahaan sektor non esensial sebesar 25 persen dapat mendongkrak permintaan atau daya beli masyarakat Jakarta.

“Saat ini kemungkinan perusahaan non esensial masih menyesuaikan. Sejalan pembukaan kantor non esensial ini harapannya ikut mendorong permintaan khususnya makan dan minum,” kata Rusli di Jakara, Jumat (1/10). 

Menurut dia, saat ini suplai sejumlah kebutuhan pokok melimpah di antaranya telor, beras dan sejumlah komoditas pertanian lainnya mengingat sudah memasuki musim panen.

Sedangkan, bantuan sosial yang digelontorkan pemerintah juga diharapkan ikut mengangkat daya beli masyarakat.

Pelonggaran di antaranya untuk operasional perusahaan non esensial, mal dan beberapa tempat wisata tertentu dalam PPKM level tiga di Jakarta tertuang dalam Keputusan Gubernur DKI Nomor 1122 tahun 2021 yang berlaku sejak 21 September 2021.

Peraturan itu juga menyesuaikan dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 43 tahun 2021 tentang PPKM level 4,3, dan 2 di Jawa dan Bali.

Sementara itu, berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta pada Jumat ini menyebutkan Jakarta kembali mengalami deflasi sebesar 0,06 persen di tengah pelonggaran PPKM level tiga di DKI.

Adapun DKI Jakarta turun ke level tiga dalam PPKM sejak 24 Agustus 2021 melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 35 tentang PPKM di wilayah Jawa-Bali, dengan beberapa pelonggaran yang sudah diperkenankan.

BPS DKI mencatat ada tiga komoditas penyumbang terbesar deflasi di Jakarta yakni telor ayam ras, daging ayam ras dan emas dan perhiasan.

Terkait perkembangan deflasi itu, Rusli mengatakan daya beli masyarakat Jakarta diperkirakan masih belum optimal di tengah suplai kebutuhan pokok yang banyak.

Padahal pada Agustus 2021, BPS DKI mencatat Jakarta mengalami inflasi sebesar 0,08 persen atau permintaan mulai menggeliat setelah selama dua bulan yakni Juni dan Juli terjadi deflasi.

“Kemungkinan daya beli belum pulih. Namun kami perkirakan pada Oktober ini berpotensi inflasi karena saat ini masih penyesuaian untuk sejumlah pelonggaran,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid