Jakarta, aktual.com – Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menyarankan agar pemerintah mengevaluasi paket kebijakan yang telah diterbitkan guna mengatasi neraca perdagangan.
“Kalau kita lihat, paket kebijakan yang dikeluarkan sudah banyak. Tapi belum ada evaluasi. Jadi, perlu dievaluasi di dalam apa yang tidak efektif untuk mendorong investasi asing yang berorientasi ekspor bisa masuk,” kata Andry dihubungi di Jakarta, Rabu (3/7).
Andry memaparkan, kondisi defisit neraca perdagangan sejak Januari-Juli 2019 belum ada perbaikan jika dibandingkan dengan kondisi neraca perdagangan 2017.
Menurut Andry, terdapat beberapa persoalan yang menyebabkan neraca perdagangan Indonesia defisit, di antaranya efek perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dan China sedikit banyak mempengaruhi perdagangan dari Indonesia, di mana perekonomian global melemah, sehingga permintaan impor barang asal Indonesia menurun.
Ditambah, lanjut Andry, investasi berbasis ekspor yang kian menurun karena beberapa hal, salah satunya adalah masalah perizinan.
“Kebijakan di pusat itu tidak bisa ditransfer oleh pihak-pihak di daerah, Di pusat dipermudah, di daerah malah terjadi restriksi,” ujar Andry.
Badan Pusat Statistik (BPS) melansir neraca perdagangan Mei 2019 mengalami surplus 0,21 miliar dolar AS dengan total ekspor 14,74 miliar dolar AS dan total impor 14,53 miliar dolar AS.
“Walaupun banyak pihak memprediksi neraca perdagangan Mei akan defisit, tapi kenyataannya surplus, meskipun hanya 0,21 miliar dolar AS,” kata Kepala BPS Suharyanto.
Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia pada Januari-Mei 2019 mengalami defisit sebesar 2,14 miliar dolar AS dengan total ekspor 68,4 miliar dolar AS dan total impor 70,6 miliar dolar AS.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin