Jakarta, Aktual.com — Pengamat ekonomi dari INDEF, Enny Srihartati menyebut surplus perdagangan yang terjadi pada bulan Januari 2016 bukan sesuatu yang membanggakan seperti yang disebut-sebut pemerintah.

Pasalnya, meski laju eskpor lebih kencang dari impor, tapi faktanya impor yang ada justru lebih didominasi berupa produk-produk konsumtif, bukan produk-produk bahan baku atau barang modal.

“Dengan rendahnya impor bahan baku tentu sangat mengkhawatirkan. Ini artinya tidak ada industri yang bergerak atau tidak ada industri baru yang bertumbuh,” tutur Enny dalam diskusi yang digelar FORKEM di Jakarta, Senin (7/3).

Kondisi ini, di mata Enny, tidak dapat dipandang sebelah mata. Pemerintah diminta punya jurus jitu, kalau pun mau mendatangkan impor harus lebih banyak ke produk bahan baku. Sehingga industri bergerak, perekonomian bertumbuh, dan lebih banyak menyerap tenaga kerja.

Untuk itu, dalam pengembangan industrinya, pemerintah diminta untuk menggenjot sektor industri yang berdaya saing tinggi, seperti industri manufaktur.

“Makanya dengan impor yang turun ini bukan dibanggakan. Tapi pemerintah harus hati-hati. Jangan-jangan ini terjadi karena kesalahan kebijakan,” tuding Enny.

Jika hal ini terus terjadi, ke depannya tidak menutup kemungkinan neraca perdagangan akan mengalami defisit. Karena dengan industri yang tidak bertumbuh, maka tidak ada lagi kemampuan industri untuk mengekspor.

“Sebetulnya impor tinggi tidak masalah, selama impor berupa barang modal, bahan baku, dan bahan penolong lainnya. Tidak seperti saat ini impor konsumtif yang meningkat,” jelasnya.

Apalagi dunia usaha sendiri, masih dipusingkan dengan adanya kebijakan antar kementerian yang saling bertabrakan. “Kasihan dunia usaha. Mereka menjadi korban adanya ketidaksinkronan kebijakan menteri di Kabinet Jokowi ini,” kritik dia.

Seperti berdasar data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2016 surplus sebesar US$50,6 juta. Dengan rincian untuk nilai ekspor Indonesia Januari 2016 sebesar USDD10,5 miliar. Angka impor sendiri US$10,45 miliar.

Angka-angka tersebut baik ekspor maupun impor mengalami penurunan. Ekspor turun 11,88%, dibandingkan nilai ekspor Desember 2015 sebesar US$11,89 miliar. Dan impor turun 13,48% dibanding Desember 2015.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka