Jakarta, Aktual.co —  Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengungkapkan meskipun enam indikator ekonomi membaik sejak 2004, namun ada 10 indikator yang nisbi mengalami kegagalan, seperti melebarnya ketimpangan yang terlihat dari naiknya gini ratio 0,5 serta gejala deindustrialisasi karena kontribusi sektor industri terhadap PDB menurun. Kemudian, neraca perdagangan dari sebelumnya surplus pada 2004 sebesar 25,06 miliar dolar AS, namun menjadi defisit 4,06 miliar dolar AS pada 2013, dan tingginya pertumbuhan ekonomi yang tidak bisa menciptakan lapangan pekerjaan.

“Elastisitas satu persen pertumbuhan, dalam membuka lapangan kerja menurun dari 436 ribu menjadi 164 ribu atau turun 272 ribu. Efisiensi juga memburuk yang disebabkan oleh inefisiensi birokrasi, korupsi dan keterbatasan infrastruktur,” ujar Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati dalam pemaparan proyeksi ekonomi Indonesia 2015 di Jakarta, Kamis (27/11).

Indikator lainnya yang memburuk adalah “tax ratio” yang turun 1,4 persen, kesejahteraan petani yang turun 0,92, utang pemerintah yang mencemaskan serta APBN yang naik namun disertai oleh defisit keseimbangan primer.

“Tahun 2004, keseimbangan primer surplus 1,83 persen dari PDB, tahun 2013 menjadi defisit 1,19 persen. Postur APBN menjadi semakin tidak proposional, boros dan semakin didominasi pengeluaran rutin serta birokrasi,” tutur Enny.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka