Jakarta, Aktual.com – Tim ekonomi pemerintah Joko Widodo (Jokowi), jangan hanya gembira dengan kedatangan Sri Mulyani sebagai Menteri Ekonomi. Justru secepatnya tim ekonomi harus sanggup genjot pertumbuhan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru.
“Masalah utama kita adalah masih ketiadaan lapangan kerja dan daya beli masyarakat rendah. Kedua hal ini butuh visi dari tim ekonomi yang tidak hanya mengacu pada kepercayaan pasar,” ungkap Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati, di Jakarta, Senin (1/8).
Menurutnya, kepercayaan pasar dengan kedatangan Sri Mulyani akan percuma jika dalam jangka pendek tidak mampu genjot. Dengan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas akan mengerek lapangan pekerjaan baru dan menggenjot daya beli.
“Jangan hanya fokus pada stabilitas ekonomi jangka pendek, tapi bagaimana pemerintah bisa mengejar pertumbuhan. Dalam jangka pendek yang dibutuhkan sekarang adalah pertumbuhan,” cetus dia.
Sri Mulyani memang diakui bagus. Pasalnya, ketika menjadi menteri dulu dapat mendongkrak perekonomian menjadi 5,5 persen.
Namun yang perlu diingat, di zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dulu, kepercayaan pasar lewat capital inflow luar biasa. Sebab, waktu itu memang kondisinya lebih menguntungkan.
“Perekonomian global bagus, daya beli bagus, harga komoditas tinggi, fiskalnya tidak kedodoran, makanya pertumbuhan ekonomi masih bisa lebih dari 5,5 persen,” ujarnya.
Tapi memang saat ini, pemerintah butuh Menkeu yang disiplin fiskal dan bisa mengkonsolidasikan fiskal.
“Kita percaya Sri Mulyani itu mampu. Tapi ingat, bagaimana dia bisa menciptakan politik anggaran dan kebijakan fiskal, agar benar-benar efektif terhadap kinerja sektor riil,” tandas dia.
Namun Enny mengingatkan, agar pemerintan jangan terlalu ambisius dalam mengejar target. Apalagi memang Jokowi dengan Nawacitanya itu sangat ambisius, bahkan menargetkan pertumbuhan hingga 8 persen.
Padahal realitasnya tidak memungkinkan. Dan yang penting, harus berdampak konkret terhadap masyarakat. Karena bagaimanapun yang menjadi pelaku utama adalah swasta dan pemerintah harus buat iklim usaha yang kondusif.
“Agar pihak swasta punya optimisme dan harapan. Jika realistis, maka tidak akan membebani masyarakat dan dunia usaha. Sehingga investasi terdorong dan daya beli masyarakat pun bisa pulih,” pungkas Enny.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan