Para petugas Perusahaan Gas Negara (PGN) melakukan perawatan rutin dan pengecatan terhadap pipa gas yang melintasi Kanal Banjir Barat (KBB) di wilayah Karet Bivak, Jakarta, Kamis (11/8/2016). PGN menargetkan satu juta sambungan distribusi gas rumah tangga yang dimulai pada tahun ini.

Jakarta, Aktual.com – Center for Budget Analysis (CBA) mendesak KPK agar tidak omdo (omong doang) untuk membongkar kejahatan akut di lembaga BUMN, terutama dalam hal ini sektor gas yang disinyalir telah terjadi mark up (pengelembungan) melalui pembangunan infrastruktur jaringan gas.

Direktur CBA, Uchok Sky Khadaf menuturkan seharusnya instrumen lembaga rasuah itu tidak mengalami kesulitan utuk menelusuri jejak penyimpangan mark up tersebut, yang dibutuhkan oleh lembaga ad-hoc itu hanya keberanian untuk mengambil data pembangunan yang dilakukan PT.Pertamina melalui anak usahanya PT Pertagas.

“Ada indikasi mark up sebesar Rp176,8 miliar dari proyek jargas Kementerian ESDM yang pelaksanaannya menunjuk dua perusahaan BUMN yakni PT Pertamina dan PT PGN. Proyek tersebut menggunakan dana APBN 2016. Jadi sudah waktunya KPK untuk segera memanggil dirut Pertagas dan PGN untuk diminta keterangan. KPK jangan omdo,” katanya kepada Aktual.com, Selasa (20/9).

Sebelumnya beredar kabar bahwa anak perusahaan Pertamina melakukan dugaan mark up melalui proyek kementerian ESDM tersebut. Proyek dengan total nilai Rp1,181 triliun ditugaskan kepada PGN dan Pertamina.

Pertamina selanjutnya menugaskan anak perusahaannya, Pertamina Gas (Pertagas) untuk bertanggungjawab membangun 32 ribu sambungan di Prabumulih dan 4087 di Cilegon. Sedangkan PGN mendapat 24 ribu sambungan di Surabaya.

Namun kemudian diketahui Pertagas mematok harga rata-rata kontrak persambungan sebesar Rp15,4 juta sedangkan PGN dengan material yang sama hanya sebesar Rp10,5 juta. Alhasil indikasi nilai mark up yang diduga dilakukan Pertagas adalah 36.087 sambungan mencapai Rp176.8 miliar.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Eka