“Tendernya antara Jepang dan Cina. yang ajaib, ada rumor bahwa proposal China menyontek proposal Jepang dan skema keuangan yang ditawarkan Jepang jauh lebih murah dan menguntungkan Indonesia dari pada proposal yang diajukan oleh China, tetapi yang dimenangkan adalah China. Oleh karena itu, tidak heran jika ini menimbulkan kemarahan dari pihak Jepang hingga kita akan mengkompensasi Jepang dengan proyek Kereta Api semi Cepat Jakarta – Surabaya,” ujar dia.

Kontroversi lainnya adalah adanya informasi suap sebesar USD 5 juta kepada Menteri BUMN Rini Soemarno yang belum pernah diklarifikasi ataupun diproses KPK sampai saat ini. Dugaan suap ini semakin dimengerti sebagai faktor berat sebelah dalam menilai proposal tender.
“Walaupun dalam berbagai segi, proposal China lebih kompetitif. Namun dari segi skema pemberian pinjaman keuangan, Jepang jauh lebih murah. China memberikan pinjaman Rp 73,92 Triliun untuk jangka waktu 50 tahun dengan bunga 2 persen tiap tahun dalam dollar AS. Sedangkan Jepang memberikan pinjaman Rp 60,14 Triliun selama jangka waktu 40 tahun, dengan bunga 0,1 persen tiap tahun dalam Yen dan masa tenggang 10 tahun. Jauh lebih murah,” ujar dia.
“Zhou Young Kang adalah pejabat sangat tinggi di Republik Rakyat China, pernah menjabat sebagai Menteri Sumber Daya saat Perdana Menterinya dijabat oleh Zhu Rongji. Ia pernah juga menjabat sebagai Menteri Keamanan 2002 -2007, pernah menjadi anggota Politbiro Partai Komunis China. Zhou Young Kang, kemudian terlibat korupsi di berbagai proyek diluar negeri antara lain di Thailand, India dan Idonesia, terutama di proyek-proyek yang ditangani oleh BUMN China Railway Construction (CRC),” tutur dia.
Adapun sebagaimana diketahui, CRC merupakan perusahaan yang menangani Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung. Abdurachin mengaku mendapat informasi bahwa Hou Yang Kang melalui asistennya, Ji Wen Lin, telah mentransfer USD 5 Juta kepada Menteri BUMN, Rini Soemarno untuk mendapatkan proyek KA Cepat itu.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta