Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi mengungkapkan hubungan Presiden Jokowi dengan PDI-Perjuangan tidak harmonis. (ilustrasi/aktual.com)
Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi mengungkapkan hubungan Presiden Jokowi dengan PDI-Perjuangan tidak harmonis. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia menyatakan jika tingkat kepuasan masyarakat Indonesia yang cenderung tinggi terhadap kinerja pemerintah saat ini tidak berbanding lurus dengan tingkat elektabilitas Presiden Joko Widodo.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menyatakan, berdasarkan survei yang dilakukan Indikator pada 17-24 September 2017, tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja Jokowi mencapai 68,3%.

“Itu menunjukkan tingkat kepuasan publik yang relatif tinggi terhadap presiden Jokowi, 68 persen masyarakat puas,” ucap Burhanuddin dalam konferensi pers di kantor Indikator, Jakarta, Rabu (11/10).

Menurutnya, tingkat kepuasan ini dipengaruhi oleh isu-isu terkait dengan masalah transportasi, infrastruktur, kemudian pendidikan dan pengobatan. Di sisi lain, ia juga mengungkapkan bahwa angka ketidakpuasan masyarakat terhadap Jokowi yang mencapai 22,6 % dipengaruhi oleh isu-isu-isu seperti tingkat pengangguran dan lapangan kerja.

Selain itu, Burhanuddin juga mengatakan bahwa dari 68,3% masyarakat yang puas terhadap kinerja Jokowi tidak serta merta membuat mereka memilih pria asal Solo itu sebagai calon presiden dalam Pemilu mendatang. Berdasarkan survei, Burhanuddin menyatakan setidaknya terdapat 9,9 % dari 68,3 % masyarakat yang puas terhadap Jokowi, lebih memilih Prabowo sebagai Capres yang akan dipilih.

Lebih lanjut, ketidakpuasan terhadap kinerja Jokowi dalam menyelesaikan isu-isu ekonomi pun berakibat pada kecilnya tingkat elektabilitas Jokowi jika dibandingkan dengan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerjanya.

Terkait Presiden pilihan masyarakat, Indikator pun membuat beberapa simulasi. Dalam simulasi terbuka yang memunculkan 21 nama kandidat Presiden, hanya 34,2 % koresponden yang akan memilih Jokowi sebagai Presiden jika Pemilu diadakan pada September 2017.

Sedangkan dalam simulasi dua nama yang menjadi kandidat Presiden, hasil yang diperoleh Jokowi juga tidak dapat menyamai hasil yang diperolehnya dalam sisi kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan.

Dalam simulasi dua nama, Jokowi hanya dipilih oleh 58,9 % koresponden saja, sementara sisa koresponden yang lain lebih memilih Prabowo Subianto (31,3%) dan belum menentukan pilihan (9,8%).

Perolehan suara terhadap Prabowo sendiri dikatakan oleh Burhanuddin cenderung stagnan jika dibandingkan beberapa tahun belakangan.

“Meski dukungan ke Jokowi cenderung menguat, penambahan dukungan tersebut tidak meningkat ekstrem. Sementara dukungan terhadap Prabowo cenderung stagnan,” paparnya.

Ia pun melihat perbandingan Jokowi head to head dengan Prabowo saat Pilpres 2014 lalu. Saat itu Prabowo yang hanya punya modal 27 persen tapi saat Pilpres suaranya meningkat hingga 47%.

“Patut dicatat, Prabowo belum melakukan kampanye sistematik sejak 2014. Perolehan secara stabil di kisaran 31% ini menunjukkan Prabowo memiliki basis pemilih loyal yang tidak sedikit,” tutup Burhanuddin.

Oleh karenanya, peraih gelar Master di Australian National University di Canberra ini, menyatakan jika tingkat kepuasan tidak dapat menjadi patokan dalam tingkat elektabilitas yang dimiliki Jokowi.

“Faktor utama (memilih) tak semata ditentukan kinerja, ini sudah terjadi di (Pilkada) Jakarta,” tutup pria berusia 39 tahun ini.

Teuku Wildan A.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan
Arbie Marwan