“Karena ada dua masalah besar perumahan dan pangan, maka pemerintah harus fokus untuk mengatasinya,” ujarnya.
Berdasarkan perhitungan persentil dalam data Susenas, garis hidup layak berdasarkan riset ini sebesar Rp842.046 yang setara dengan 51,8% masyarakat yamg hidup tidak layak atau jauh lebih tinggi dari garis kemiskinan BPS sebesar Rp425.250 per Maret 2019.
“[Garis hidup layak] jangan dianggap jadi ukuran [standar] karena kalau jumlah penduduk tidak layak semakin kecil, maka angkanya juga semakin kecil,” katanya.
Islam berpendapat, keunggulan metode ini adalah hak dasar tidak bisa ditawar lagi, sedangkan kalau dasarnya kebutuhan dasar dapat berbeda bagi tiap orang.
Direktur Eksekutif Megawati Institute, Arif Budimanta, menambahkan bahwa konsep garis kemiskinan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) belum cukup untuk menggambarkan kondisi hidup layak masyarakat Indonesia.
Selama ini, BPS menggunakan kebutuhan dasar untuk hidup (basic needs) dalam perhitungannya. “Basic needs ketidakmampuan orang memenuhi kebutuhan makanan dan nonmakanan. Basic rights melihatnya ada 6 akses sesuai amanat konstitusi [UUD 1945],” ungkapnya.
Artikel ini ditulis oleh: