Jakarta, Aktual.com – Pemerintah Indonesia berencana menggenjot ekspor tanaman herbal daun kratom. Di sisi lain, tanaman herbal ini diwacanakan masuk dalam kelompok narkotika golongan I.
Dalam keterangan resmi Badan Narkotika Nasional (BNN) Sumatera Selatan, Kratom adalah tanaman yang tumbuh di Asia Tenggara. Di Indonesia, tanaman ini jadi tumbuhan endemik yang tumbuh di sejumlah wilayah di Kalimantan.
Disebutkan, BNN RI juga telah menetapkan Kratom sebagai New Psychoactive Substances (NPS) di Indonesia dan merekomendasikan Kratom untuk dimasukkan ke dalam narkotika golongan I dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Penggolongan ini didasarkan pada efek Kratom yang berpotensi menimbulkan ketergantungan dan sangat berbahaya bagi kesehatan, 13 kali lebih berbahaya dari morfin.
Meski demikian, BNN menyatakan sampai dengan saat ini Kratom masih belum diatur dalam Undang-undang Narkotika, sehingga regulasi pemerintah daerah pun belum bisa membatasi penggunaan Kratom tersebut.
Di sisi lain, nilai ekspor kratom disebut-sebut fantastis dan dinilai memberi keuntungan besar bagi Indonesia. Maka tak heran tanaman ini justru banyak diincar dunia untuk kebutuhan farmasi dan kedokteran.
Ini juga yang menjadi alasan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) merestui dan siapĀ menggenjot ekspor kratom.
“Kemarin ada produk tumbuhan kratom. Orang AS datang, kami mau beli ini (Kratom), (mereka tanya) bisa nggak? bisa saja. Kan belum dilarang,” kata Zulhas dalam sambutannya di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag) Jakarta, Kamis (31/8/2023).
Zulhas mengaku tidak peduli apabila penggunaan dari tanaman kratom itu nantinya disalahgunakan. Yang terpenting, menurutnya, petani Indonesia bisa diuntungkan dari adanya ekspor Kratom ke AS.
“Kalau penggunaannya salah kan bukan kita yang salah, yang sana, yang penting petani dapat dollar, senang, makmur enggak apa-apa,” ujarnya.
Zulhas mengatakan, kalaupun nantinya ada permintaan tumbuhan Kratom dari negara lain, Indonesia siap memasok. Sebab, aturan ataupun pelarangannya belum ditetapkan.
“Saya setuju saja kalau ada yang mau ekspor, capitalnya kan bisa panen dollar kan. Nanti terima kasih sama Mendag. Kalau nanti ada yang sakit bukan urusan kita. Katanya buat obat kenapa dimakan,” tegasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Ilyus Alfarizi
Jalil