Aktivitas perdagangan bahan pangan di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (20/3). Tekanan inflasi diperkirakan membebani pertumbuhan ekonomi pada tahun 2018 ini. Kenaikan inflasi yang diperkirakan mencapai 4,2% pada tahun ini akan menekan daya beli rumah tangga, sehingga target pertumbuhan ekonomi pemerintah sebesar 5,4% di 2018 sulit tercapai. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Bank Indonesia (BI) memproyeksikan inflasi domestik kemungkinan mulai meningkat pada akhir tahun 2022, meski akan tetap berada dalam target dua persen sampai empat persen.

“Dengan demikian, suku bunga kebijakan akan tetap kami tahan sampai terdapat sinyal kenaikan inflasi, yang mana kemungkinan terjadi pada akhir tahun ini,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Annual Investment Forum 2022 yang diselenggarakan secara daring di Jakarta, Kamis (27/1).

Kenaikan inflasi tersebut seiring dengan pemulihan ekonomi yang terus berlanjut, sehingga nantinya bank sentral memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan tumbuh tinggi yakni sebesar 4,7 persen hingga 5,5 persen.

Dengan pemulihan ekonomi yang terus berlanjut, Perry menuturkan kebijakan moneter pada tahun ini akan kembali mendukung stabilitas perekonomian, setelah sejak pandemi melanda telah banyak mendukung pertumbuhan ekonomi.

Maka dari itu, ujar dia, normalisasi kebijakan moneter akan dimulai pada tahun ini, diawali dengan kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) yang akan dimulai pada Maret 2022 sebesar 150 basis poin (bps) untuk Bank Umum Konvensional dan 50 bps untuk Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.

Kemudian, kenaikan GWM akan berlanjut pada Juni 2022 sebesar 100 bps untuk Bank Umum Konvensional, serta 50 bps untuk Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, yang dilanjutkan dengan kenaikan 150 bps untuk Bank Umum Konvensional, serta 50 bps untuk Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah pada September 2022.

“Kami harap industri perbankan bisa mengerti dan merencanakan bagaimana mengatur likuiditas mereka,” tutur Gubernur BI.

Meski GWM ditingkatkan, dirinya meyakini likuiditas perbankan akan tetap berlebih untuk bank melanjutkan pemberian kredit dan membeli obligasi pemerintah, yang tercermin dengan perkiraan posisi alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) sebesar 30 persen pada akhir tahun 2022, dari yang saat ini tercatat 36 persen.

Rasio tersebut masih cukup besar dari AL/DPK di masa sebelum pandemi yang tercatat maksimal 21 persen.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: A. Hilmi