Jakarta, Aktual.com – Pengamat politik Jerry Sumampouw menyatakan, ada potensi buruk jika Setya Novanto masih bersikeras bertahan sebagai Ketua Umum Partai Golkar di tengah kasus KTP Elektronik yang merundungnya.
Menurutnya, hal ini akan berdampak buruk terhadap popularitas dan elektabilitas partai tersebut. Terlebih, saat ini semua partai politik tengah mempersiapkan diri untuk bersaing dalam perhelatan Pilkada serentak 2018 dan Pemilu 2019.
“Persoalan Setnov akan berpengaruh pada elektabilitas Partai. Karena akan ada orang yang menilai bagaimana kok calonnya didukung oleh partai yang Ketumnya korupsi,” ujar Jerry kepada Aktual, Kamis (9/11).
Jerry sendiri mengaku bisa memaklumi jika terdapat sekelompok kader Partai Golkar yang ingin Setnov mundur sebagai Ketua Umum partai berlambang pohon beringin itu.
“Akan makin terpuruk Golkar kalau situasinya begini terus,” ujarnya.
Dikatakan Jerry, seharusnya Setnov mau meniru mantan Ketua Umum Partai Golkar, Akbar Tandjung yang legowo mengundurkan diri ketika tersangkut kasus Bulog pada satu dekade silam.
Menurut Jerry, hal seperti itu harus dilakukan bila tak ingin Golkar bernasib naas di ajang Pilkada serentak maupun Pemliu legislatif.
“Saya kira orang kayak Setnov berjiwa besar ajalah. Kalau dia sayang Golkar, semestinya mekanismenya bisa dicari. Apakah dia diganti, mengundurkan diri atau dia nonaktif dan angkat orang untuk jadi Pelaksana Tugas Ketum,” tukasnya.
Sekedar informasi, dugaan Setnov kembali menjadi tersangka baru e-KTP berawal dari beredarnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas nama Setya Novanto tertanggal 3 November 2017. SPDP itu telah beredar di kalangan wartawan sejak Senin (6/11/2017).
Dalam SPDP yang beredar disebutkan bahwa Setnov diduga melakukan korupsi bersama-sama Anang Sugiana Sudiharjo, Andi Agustinus alias Andi Narogong serta Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan Kemendagri dan Sugiharto selaku penjabat pembuat komitmen Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.
Atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut, ia disangkakan dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi UU No 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1ke-1 KUHP.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah juga membenarkan bahwa pihaknya telah mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) yang diterbitkan pada 31 Oktober 2017 lalu.
Ia juga mengakui telah ada tersangka baru dalam kasus e-KTP. Meskipun, hingga saat ini Febri masih bungkam siapa nama tersangka yang dimaksud.
Teuku Wildan A.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan