Ilustrasi (Shutterstock)

Jakarta, Aktual.com – Juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19 Achmad Yurianto mengatakan bahwa hasil negatif dari pemeriksaan cepat untuk mengidentifikasi kemungkinan terkena COVID-19 tidak menjamin bahwa seseorang yang bersangkutan tidak sakit.

“Bisa saja pada pemeriksaan ini didapatkan hasil negatif pada orang yang sudah terinfeksi virus ini, tetapi respons serologi dan respons imunitasnya belum muncul,” katanya dalam Konferensi Pers bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta, Sabtu (21/3).

Kemungkinan tersebut, kata dia, dapat terjadi pada infeksi yang berlangsung di bawah 7 hari atau 6 hari kemudian dengan pemeriksaan yang sama.

Pemerintah berharap siapapun tetap waspada meski hasil pemeriksaannya negatif dan tidak menunjukkan gejala-gejala sakit yang mengarah pada kemungkinan terkena COVID-19.

Masyarakat diimbau untuk tetap melakukan pembatasan dengan mengatur jarak dalam konteks berkomunikasi secara sosial.

“Perlu dipahami betul bahwa hasil negatif tidak memberikan garansi bahwa tidak sedang terinfeksi COVID-19,” katanya.

Oleh karena itu, imbauan pemerintah agar masyarakat benar-benar menjaga jarak dan mengatur aktivitas di luar rumah serta menghindari kerumunan tetap menjadi solusi utama.

Sementara itu, Yurianto juga menekankan bahwa hasil pemeriksaan positif tidak selalu membutuhkan perawatan di rumah sakit.

Pada prinsipnya, kata dia, isolasi diri atau karantina perorangan dapat dilakukan oleh masyarakat untuk menghindari kemungkinan penyebaran COVID-19 atau penularan kepada orang lain, sementara perawatan di rumah sakit diperlukan jika ada penyakit penyerta yang membutuhkan layanan rumah sakit.

“Oleh karena itu, sekalipun hasilnya negatif, tidak boleh menganggap bahwa dirinya betul-betul sehat dan terbebas dari corona virus desease 2019. Bisa saja kalau saat ini negatif, kalau tidak hati-hati bisa saja tertular orang lain yang positif,” katanya.