”Kita semua tentu ingin Indonesia secara fundamental kokoh. Sudah saatnya kita mengarahkan fokus perhatian pada penguatan sendi-sendi ketahanan pangan. Profesi petani, peternak, dan nelayan diakui amat penting, tapi ketiga profesi ini relatif belum cukup banyak merasakan kebijakan yang berpihak. Ada sejenis kekuatan yang tak ingin Indonesia tangguh dengan membiarkan petani, peternak, dan nelayan kita tanpa aturan yang mampu melindungi, menjaga, dan merawat kesinambungan,” kata Aida, Kamis (17/5).

Sementara itu Nur Agis Aulia, seorang peternak muda yang ikut bergabung di Pendaringan, telah menggagas penyelenggaraan Kuliah Whatsapp (KulWA) yang ditujukan bagi para petani, peternak, dan nelayan.

KulWA, harap Agis, tak hanya sekadar menjadi arena diseminasi pengetahuan atau tukar informasi dari mereka yang telah berhasil menorehkan banyak prestasi di sektor pangan. Ia menyebut, di forum ini pula petani, peternak, dan nelayan dapat berkonsolidasi dan mengorganisasi diri untuk memperjuangkan kebijakan yang berpihak.

”Pendaringan akan kami dorong sebagai tempat untuk mengadvokasi berbagai isu yang dianggap melemahkan kehidupan petani, peternak, dan nelayan di Indonesia. Kami juga menyadari, di masa depan para petani, peternak, dan nelayan harus mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Digitalisasi produk pertanian, misalnya, sangat penting bagi semua pemangku kepentingan. Sekaligus juga upaya kami untuk memudahkan konsumen terhubung langsung dengan petani, peternak dan nelayan,” kata Agis.

Agis menerangkan, KulWA Pendaringan saat ini diikuti tak kurang dari 1500 peserta dari kalangan petani, peternak, nelayan, mahasiswa dan umum yang tertarik dengan dunia pangan. Di luar peserta yang berasal dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia, beberapa di antaranya juga berasal dari sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Singapura, Korea, hingga beberapa negara di Timur Tengah.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara